Home Ekonomi Bisnis KPPU Indikasikan Kenaikan Harga Beras karena Data yang Tidak Akurat

KPPU Indikasikan Kenaikan Harga Beras karena Data yang Tidak Akurat

DENPASAR – Harga beras di pasaran di Indonesia yang fluktuatif seharusnya bisa dibuat stabil jika tidak berpatokan pada data dan informasi yang kurang akurat. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI Syarkawi Rauf yang mengatakan saat ini harga beras dipatok berdasarkan kondisi di Pasar Beras Induk di Cipinang.

“Ketika stok beras di Cipinang berkurang, langsung diasumsikan terjadi kekurangan beras secara nasional. Sehingga membuat harga beras melonjak. Padahal stok beras di daerah masih ada,” ujarnya di Warung Kubu Kopi, Denpasar, Sabtu (24/2).

Syarkawi menjelaskan, saat ini Jawa Timur adalah pemasok beras terbesar di Indonesia, diikuti Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan dan daerah lainnya termasuk Bali yang produksi berasnya cukup besar. Total produksi beras di Indonesia mencapai 41 juta ton.

Menurut Syarkawi, harga beras saat ini juga dipengaruhi oleh panjangnya tata niaga yang harus dilewati sebelum sampai ke masyarakat. “Rantai distribusi yang panjang juga sangat mempengaruhi harga beras. Ada lima hingga enam titik distribusi diantaranya mulai dari petani masuk ke pengepul, kemudian ke penggilingan, lalu masuk ke distributor yang memberi merk, lalu ke retail, dan baru akhirnya sampai ke pasar atau komsumen,” paparnya.

Jika tata niaga distribusi beras ini terus seperti ini, maka tentunya harga beras sulit untuk diturunkan apalagi setiap titik retribusi juga memiliki margin harga yang berbeda. “Bayangkan jika ada margin harga disetiap titik, tentunya akan ada jarak harga yang cukup besar dari petani ke konsumen,” papar Syarkawi.

Kedepan pihaknya mendorong pemerintah untuk membangun Pasar Induk Beras lain selain di Cipinang. Salah satu yang diusukan ada di Jatim, sebagai propinsi pemasok beras terbesar di Indonesia.

“Hal ini agar tidak terlalu fokus di Cipinang. Selain itu, pasar induk beras di Jatim juga bisa menjadi ‘hub’ untuk wilayah Indonesia Timur. Kami juga mengusulkan sentra beras di Sulsel, Sumsel dan Sumut. Ini untuk mendorong perbaikan di tata niaga perberasan,” tutur Syarkawi.

Lebih jauh, Syarkawi juga berharap agar data yang dikeluarkan Kementrian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kebutuhan dan produksi beras nasional lebih akurat lagi sehingga bisa menjadi acuan lembaga lain.

Pada kesempatan tersebut, selain masalah beras, KPPU juga menyoroti praktek Perusahaan asuransi kendaraan di Bali yang merugikan bengkel-bengkel.

“Kami memerima laporan keluhan beberapa bengkel bahwa order mereka berkurang. Ada indikasi perusahaan asuransi memiliki kerjasama dengan pihak penjual mobil. Saat ada kendaraan yang mengalami kecelakaan, pihak asuransi cenderung menunjuk bengkel yang ada kerjasama dengan penjual kendaraan. Akibatnya bengkel lain mengalami penurunan,” jelasnya.

Padahal, lanjutnya, tidak boleh ada kerjasama eksklusif antara asuransi dan bengkel yang berkaitan dengan penjual kendaraan. Hal ini ditakutkan akan membuat bengkel lain tutup dan pertumbuhan bisnis bengkel bisa menurun.

“Kami harapkan praktek seperti ini segera dihentikan, karena kalau ada bukti kami bisa investigasi dan diberi hukuman karena melanggar hukum persaingan usaha,” pungkasnya.

Facebook Comments

About Post Author

Exit mobile version