DENPASAR – Program bantuan kepada desa pakraman sebesar Rp 500 juta per desa per tahun yang diinisiasi pasangan calon nomor urut 2 Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra Kerta) menjadi perdebatan di seluruh Bali dalam dua pekan terakhir. Perdebatan itu terjadi dan menjadi hangat karena dikritisi dan dikomentari oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika sebagai Gubernur Bali yang seharusnya secara UU dilarang mengomentari visi misi pasangan calon. Saat diminta klarifikasi oleh Bawaslu Bali, Kamis (24/5) Mangku Pastika tetap pada pendiriannya bahwa bantuan kepada desa adat di Bali sebesar Rp 500 juta per tahun tidak bisa direalisasikan karena terbentur postur APBD dan program itu merupakan kampanye yang tidak mendidik atau tidak edukatif.
Menanggapi itu Cagub nomor urut 2 Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, bantuan kepada desa pakraman atau desa adat di Bali itu sudah sesuai dengan Program Nawacita dari Presiden Joko Widodo. Poin ke-3 dari Program Nawacita itu adalah membangun Indonesia dari desa.
“Bantuan kepada desa pakraman itu pengejawantahan dari Program Nawacita tentang membangun Indonesia dari desa. Karena itulah Mantra-Kerta terpanggil untuk memajukan dan menguatkan desa pakraman. Karena dalam Nawacita disebutkan soal membangun Indonesia dari pinggir dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya di Denpasar, Kamis (24/5).
Dalam konteks Bali yang tidak memiliki sumber daya alam dan hanya mengandalkan pariwisata budaya, maka desa adat sebagai benteng terakhir pelestari budaya Bali mau tidak mau harus mendapat perhatian lebih. Penguatan desa pakraman di Bali itu menjadi fondasi dasar pelestarian adat dan budaya Bali.
“Kami melihatnya bahwa membangun Indonesia dari desa dalam konteks Bali itu adalah menguatkan desa pakraman. Karena inilah karakter Bali yang sesungguhnya. Tanpa menguatkan peran desa adat di Bali maka sesungguhnya membangun Indonesia dari desa dalam konteks Bali tidak ada artinya,” ujarnya.
Putra dari penggagas LPD Bali Ida Bagus Mantra itu menyesalkan ada tokoh Bali yang terus mempersoalkan bahwa bantuan ke desa pakraman itu sebagai sesuatu yang tidak realistis dan tidak edukatif atas nama postur anggaran di APBD Bali yang sesuai dengan UU. Semestinya postur anggaran itu merupakan kebijakan politik di daerah.
“Kita mempertanyakan komitmen tokoh tersebut yang selalu mempersoalkan bantuan kepada desa pakraman sebesar Rp 500 juta hanya karena kuatir uang tidak cukup, karena sudah ada alokasi sesuai UU. Ini hanya soal komitmen politik. Pertanyaannya apakah mau atau tidak agar desa adat diperkuat. Kalau ada kemauan, maka selalu ada keputusan politik di dalamnya. Jalan itu selalu ada,” ujarnya.
Sekretaris DPD Partai Gerindra Wayan Wiratmaja menilai kengototan Gubernur Bali Made Mangku Pastika soal bantuan ke desa pakraman sebesar Rp500 juta itu karena masa jabatan Made Mangku Pastik sebagai gubernur akan segera habis di bulan Agustus 2018.
“Pak Mangku berbicara seperti itu karena menggunakan sudut pandangnya sendiri sebagai pengendali anggaran. Beliau tidak bertanya bagaimana strategi pihak lain dalam mewujudkan bantuan yang jauh lebih besar dari yang beliau mampu berikan,” ujarnya.
Alasan lain, ujar Wiratmaja, Gubernur Bali Made Mangku Pastika lupa bahwa beda pemimpin maka kebijakan juga berbeda.
“Beliau lupa bahwa good will seorang pemimpin bisa mewujudkan hal yang semula tidak mungkin menjadi mungkin. Terlebih menurut kajian tim Mantra Kerta program tersebut sangat mungkin direalisasikan,” ujarnya.
Kontrak Politik
Sebagaimana telah diberitakan, pasangan Mantra Kerta pada Sabtu (5/5/2018) lalu telah menandatangani dua kontrak politik sebagai janji yang pasti mereka wujudkan jika dipercaya memimpin Bali ke depan. Kontrak politik pertama menyatakan akan langsung bersurat kepada Presiden RI begitu dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2018-2023. Sebagai bentuk kesungguhan, pada hari itu juga Mantra Kerta dalam kapasitas sebagai pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur bersurat kepada Presiden RI agar mencabut Perpres 51/2014.
Kontrak politik kedua, mencanangkan bantuan Rp500 juta pertahun kepada setiap desa pakraman sebagai bentuk kesungguhan menjadikan desa pakraman sebagai poros utama pelestarian dan pengembangan Budaya Bali.**


