DENPASAR, Theeast.co.id – Kasus positif di Bali meningkat tajam di Bali terjadi mulai akhir Mei hingga Juni 2020. Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Convid-19 Bali Made Rentin mengatakan, kasus di Bali baru kelihatan sejak awal Maret 2020. Tepat tanggal 11 Maret 2020. Namun selama Maret peningkatan kasus masih landai. Memasuki April, kasusnya masih dianggap landai kalau pun naik masih dianggap wajar. Lonjakan terjadi sejak akhir Mei hingga awal Juni. Untuk Mei, pertambahan perhari tertinggi berada di angka 13, 14, hingga 25 kasus. Namun sampai awal Juni rata-rata pertambahan 20 kasus perhari. Data terakhir sampai 11 Juni 2020 diketahui jumlah kasus positif di Bali mencapai 659 orang. Jumlah pasien sembuh sebanyak 424 orang. Sisanya sebanyak 235 orang yang masih dalam perawatan.
Penambahan jumlah kasus di Bali justeru terjadi saat Indonesia dan juga Bali memasuki era new normal. Bahkan, transmisi lokal semakin tinggi dengan lahirnya kluster baru penularan melalui pasar rakyat di Bali. Menurut Rentin, kluster baru tersebut tidak membuat Gugus Tugas mundur. Justeru sebaliknya Gugus Tugas semakin gencar melakukan surveilance. “Saat ini petugas langsung tangkap siapa saja yang saat swab baik mandiri maupun diperiksa yang dilakukan oleh instansi lainnya. Petugas juga mengejar pemeriksaan secara acak agar bisa ditracing kemungkinan yang akan terjadi penularan berikutnya,” ujarnya.
Tim Surveilens lebih efektif bekerja, mendapatkan banyak “hasil tangkapan” di lapangan untuk dilakukan swab. Rentin mengutip pendapat Prof Wirawan dari Universitas Udayana yakni seorang ahli epidemologi yang menjelaskan bahwa 1 orang positif idealnya ditemukan minimal 25 tracing kontak, dulu hanya mampu 14 sekarang terjadi peningkatan. Hal ini harus dilakukan agar lebih cepat memutus mata rantai penularan Covid19 di Bali. Klaster baru juga muncul yaitu swab mandiri dari mereka yang OTG. Mereka secara mandiri ke RS untuk tes swab sebagai syarat perjalanan, dan ditemukan positif. Misalnya pada Sabtu 6/6 lalu ditemukan 17 orang positif. “Ini sangat riskan mengingat karena selesai diambil sampel swab, mereka pulang menunggu hasil swab yg baru keluar besok harinya atau bahkan ada yang 2 hari baru keluar. Sementara mereka sudah kemana-mana, bertemu dengan banyak orang. Ini harus ditracing semua,” ujarnya. Terhadap kondisi ini, tracing kontak juga dilakukan bahkan saat mereka ambil hasil swab ke RS, pasien langsung masuk karantina dan si pengantar juga “ditangkap” untuk diswab.(Axelle Dae).


