
ATAMBUA, The East Indonesia – Curah hujan pada tahun 2019 di Kabupaten Belu wilayah Perbatasan Negara RI-RDTL sangat sedikit dari tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut tentunya mempengaruhi ketersediaan air bersih.
Pada awal musim kemarau tahun 2020 ini saja, debit air di Kabupaten Belu mengalami penurunan yang drastis.
Begitu pun beberapa sumber mata air produksi yang dikelola oleh PDAM Belu juga mengalami penurunan debit air.
Hal tersebut diungkapkan Direktur PDAM Belu, Yunius Koi Asa saat ditemui awak media ini, Jumat (17/07/2020).
“Pada masa kepemimpinan saya, baru saya alami curah hujan yang begitu pendek dan itu sangat menggangu produksi air di sumber-sumber mata air yang ada di kabupaten Belu,” pungkasnya.
Direktur PDAM Belu ini pun menjelaskan sumber air Lahurus debit produksi awalnya 20/liter/detik namun saat ini hanya 17 liter/detik. Akan tetapi air tersebut tidak semuanya masuk ke perkotaan karena memberikan layanan sepanjang jalanan dari Lasiolat sampai Baukoek sehingga air Lahurus yang masuk ke Kota Atambua sekitar 6-9 liter/detik.
Selain itu sumber mata air Weoe yang dulunya dibangun untuk 20 liter/detik namun sekarang 4-5 liter/detik.
Sumber mata air Molos Oan yang konstruksinya untuk 20 liter/detik, saat ini pun debitnya 6-7 liter/detik dan sumur pompa di Silawan awalnya 10 liter/detik, sekarang debitnya 6-7 liter/detik.
Mata air Wematan Tirta A, saat ini 6-8 liter/detik dan mata air Wematan Tirta C 4-6 liter/detik serta sumber mata air Weutu saat ini 15-17 liter/detik.
Sementara itu sumber mata air Wekiar mengalami debit air 0 liter/detik karena paling sedikit mengalami curah hujan bahkan daerah tersebut tidak pernah alami kebanjiran.
“Saat ini, sekitar 55-57 air yang kita PDAM Belu kelola, yang kita produksi untuk membantu dalam pelayanan air kepada masyarakat di Kabupaten Belu khususnya Kota Atambua dan sekitarnya, kecamatanTasifeto Timur dan Lasiolat,” tandas Yun Koi Asa. (Ronny).

