DENPASAR, The East Indonesia – Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin saat dikonfirmasi dari Denpasar, Minggu (24/1/2021) menegaskan, LAPAN sendiri baru mengetahui ledakan besar yang didengar oleh masyarakat Buleleng Bali setelah beredar melalui berbagai fasilitas media sosial dan juga mendapat info dari pemberitaan media. Ia mengaku jika LAPAN tidak mempunyai alat pendeteksi meteor di dekat Bali sehingga tidak bisa menentukan apakah itu ledakan yang berasal dari meteor atau bukan. “Kalau benar ada saksi yang melihat bola api yang meluncur disertai ledakan, mungkin itu meteor besar atau asteroid yang memasuki atmosfer yang menyebabkan ledakan akibat gelombang kejut asteroid,” urainya.
Menurut Thomas Djamaluddin, sesungguhnya fenomena yang sama juga sudah pernah terjadi pada 8 Oktober tahun 2009 lalu di Bone Sulawesi. Saat itu warga Bone mendengar ledakan disertai getaran kaca-kaca rumah mereka. Warga juga melihat jejak asap di langit. Dugaan LAPAN bahwa itu meteor besar akhirnya mendapat bukti dari peneliti NASA yang menggunakan data infrasound. Data infrasound mengindikasikan adanya asteroid jatuh yg diperkirakan berdiameter 10 meter. Belakangan diketahui juga seismograf BMKG terdekat merekam getaran 1,9 magnitudo. “Hari ini dilaporkan warga mendengar ledakan di Buleleng ditambah kesaksian warga lain yang melihat benda bercahaya di langit yang jatuh di laut. Seismograf BMKG juga mencatat anomali dengan getaran 1,1 magnitudo. “Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya asteroid besar yang jatuh. Asteroid itu menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan. Diduga asteroid tersebut berukuran beberapa meter, lebih kecil daripada asteroid di Bone,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Wilayah III Denpasar, Daryono mengatakan, terkait beredarnya informasi adanya suara dentuman kuat di Bali, maka BMKG segera memeriksa sinyal seismik, khususnya terhadap sinyal seismik dari sensor di wilayah Bali. Hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya anomali sinyal seismik yang tercacat pada sensor seismik Singaraja (SRBI) pada pukul 10.27 WITA. “Rekaman seismik ini memiliki durasi sekitar 20 detik. Melihat anatomi seismogramnya tampak bahwa sinyal seismik tersebut bukanlah merupakan sinyal gempa bumi tektonik. Jika sinyal seismik tersebut kita coba tentukan magnitudonya menggunakan formulasi penentuan mangnitudo gelombang gempa akan dihasilkan kekuatan 1,1 magnitudo lokal,” ujarnya.
Sebagai tambahan informasi, bahwa sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WITA tidak ada aktivitas gempa di wilayah Bali. Sehingga dipastikan anomali gelombang seismik tersebut bukan aktivitas gempa tektonik. Beberapa warga di Kintamani dan Besakih dilaporkan ada yang melihat semacam yang meteor yang melintas ke arah barat daya. Warga Buleleng yang sedang upacara adat juga mengaku melihat benda melintas di langit. Ada juga warga nelayan di Pantai Buleleng menjadi saksi mata fenomena yang sama.
Terkait bunyi dentuman yang terdengar di wilayah Buleleng, BMKG belum dapat mengkonfirmasi penyebab sesungguhnya. Namun BMKG sudah berhasil memonitor fenomena tersebut dengan baik dan merekamnya. Jika laporan warga itu benar melihat meteor yang melintas di atas Bali, maka fenomena shockwave yang terjadi telah berubah menjadi gelombang seismik yang akhirnya dapat direkam oleh sensor gempa BMKG.
Penulis|Axelle Dae|Editor|Chris