ATAMBUA, The East Indonesia – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena tak hanya berdiam diri dan duduk manis di kursi empuk Senayan sembari melihat penderitaan masyarakat NTT.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi NTT ini sering berkeliling wilayah NTT untuk menyerap langsung aspirasi dan berkomunikasi langsung dengan masyarakat.
Kali ini, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena ikut menjadi narasumber dalam kegiatan kampanye percepatan penurunan stunting bagi masyarakat Kabupaten Belu yang dilakukan bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kampanye percepatan penurunan stunting bagi masyarakat kabupaten Belu ini dilaksanakan di GOR LA Bone Atambua, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu, Kamis (24/11/2022).
Selain itu yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut yaitu atas nama Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi NTT, Michael Yance Galmin; Kepala BKKBN Belu, Egidius Nurak dan dihadiri oleh ratusan masyarakat.
Diketahui Provinsi NTT menjadi salah satu Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan data pada Bulan Agustus 2022, NTT masih menjadi provinsi teratas dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia yaitu 37,8 persen.
Tak hanya itu, Lima Kabupaten di NTT masuk dalam prevalensi sepuluh daerah dengan angka kekerdilan atau stunting tertinggi dari 246 Kabupaten/Kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting di Indonesia pada Bulan Maret 2022.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) lima kabupaten tersebut antara lain Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Alor, Sumba Barat Daya (SBD), dan Manggarai Timur.
Bahkan lebih parahnya, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara menempati urutan pertama dan kedua yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia karena berada di atas 46 persen.
Secara keseluruhan setidaknya ada 15 Kabupaten dari 22 Kabupaten/Kota di NTT yang berstatus Merah stunting.
15 Kabupaten di NTT yang belabel merah stunting atau prevalensi di atas 30 persen adalah Kabupaten TTS, TTU, Alor, SBD, Manggarai Timur, Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata, dan Malaka.
Dengan prevalensi stunting yang masih berada di atas 30 persen dan berstatus merah itu menempatkan NTT pada urutan teratas daerah dengan angka stunting yang sangat tinggi dibanding provinsi lainnya.
Kabupaten Belu sendiri pada Bulan Agustus 2022 lalu memiliki prevelensi stunting sebesar 13,7 persen. Dengan total anak stunting sebanyak 2.473 orang yang tersebar di 12 kecamatan dan 181 desa/kelurahan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Belu yang dipaparkan saat kegiatan rekonsiliasi stunting di Hotel King Star, Senin 7 November 2022 menunjukkan, masalah stunting tersebar di 12 kecamatan dengan persentase masing-masing.
Data tersebut membandingkan persentase stunting tahun 2021 dan keadaan Agustus 2022. Secara kabupaten, prosentase stunting menurun dari 17,9 tahun 2021 menjadi 13,7 keadaan Agustus 2022.
Walau mengalami penurunan yang cukup signifikan, Pemkab Belu masih terus berupaya untuk mempercepat angka penurunan stunting hingga mncapai angka 10 persen pada tahun 2023 dengan bekerja sama berbagai stakeholder.
Merasa terpanggil akan hal itu, Anggota DPR RI, Melki Laka Lena melakukan kunjungan ke beberapa kabupaten guna mengampanyekan pentingnya pencegahan dan penurunan stunting
Melki Laka Lena sendiri merupakan salah satu politisi muda asal NTT yang gencar mengampanyekan pencegahan dan penurunan Stunting di NTT.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI turun ke Kabupaten bahkan desa-desa untuk melihat langsung kondisi dan cara kerja pemerintah kabupaten dan desa dalam hal mencegah dan menurunkan angka stunting di wilayah tersebut.
Dalam kampanye penurunan stunting bagi masyarakat di Kabupaten Belu tersebut, Melki Laka Lena menekankan bahaya dan pentingnya pencegahan dini stunting.
“Tadi banyak yang hadir, banyak ibu, bapa dan anak muda hadir. Kampanye ini dibuat agar mereka lebih muda tentang bahaya stunting dan tahu bagaimana cara mencegah secara bersama-sama,” ujar Melki Laka Lena usai kegiatan tersebut.
Menurut Melki, urusan pencegahan dan penurunan angka stunting diperlukan adanya kerja sama dan keterlibatan banyak pihak, bukan hanya dari Dinkes dan BKKBN saja.
“Yang paling besar kontribusinya di sini adalah PUPR. PUPR akan membantu dari aspek air bersih, rumah layak huni, jamban dan lain sebagainya. Selain itu, peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga sangat penting dalam mencegah dan menurunkan angka stunting di Belu,” ujarnya.
Diungkapkan, banyak sekali orang tua yang belum memahami tentang pentingnya mencegah stunting. Salah satunya dengan Inisiasi menyusui dini.
Diakui, dari puluhan provinsi di Indonesia yang sudah dia datangi, bahkan hampir di semua kabupaten/kota yang ada di NTT, baru dia temukan salah satu kader posyandu yang gencar melaksanakan inisiasi menyusui dini
“jangan jauh-jauh, inisiasi untuk menyusui dini, hal yang paling mudah dan bisa dilakukan. Tapi dari satu Indonesia, dari puluhan provinsi yang sudah saya datangi, bahkan di seluruh NTT, Saya baru bertemu satu kader posyandu yang gencar melaksanakan inisiasi menyusui dini. Dan itu ada di Belu. Itu yang membanggakan saya. Namanya Ibu Femy. Dia sudah menyarankan kepada hampir 100 pasang suami istri ataupun bayi yang lahir dengan pola semacam ini,” ungkapnya.
Dijelaskan, inisiasi menyusui dini merupakan salah satu cara untuk menekan angka stunting. Apa yang dilakukan oleh Ibu Femy akan dijadikan contoh dan untuk dibuatnya sebuah kebijakan okeh pemerintah pusat.
“Jadi saya senang sekali. Saya sudah keliling se-Indonesia, se-NTT, saya baru ketemu kader posyandu seperti Ibu Femy di Belu. Ternyata dia sudah menganjurkan inisiasi menyusui dini kepada 100 orang bayi. Ini akan menjadi penguat kami untuk proses ke depan,“ tutupnya.***Ronny