SINGARAJA, The East Indonesia – Sehari menjelang perayaan Catur Brata Penyepian, Desa Padangbulia melaksanakan tradisi siat api atau yang sering disebut meamuk-amukan. Tradisi ini melibatkan sejumlah pemuda yang memiliki filosopi meredam amarah saat pelaksanaan Catur Brata Penyepian.
Sejumlah pemudi di Dusun Delod Margi, Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada secara rutin melaksanakan tradisi siat api pada malam pengerupukan. Tradisi ini menggunakan daun kelapa kering yang diikat menyerupai sapu. Daun kelapa kering atau yang sering disebut dengan danyuh ini kemudian disulut api diadu selayaknya orang yang sedang berkelahi.
Tradisi ini telah dilaksanakan secara turun temurun dan dimaknai sebagai peredam amarah seseorang atau hal-hal negatif antara bhuana agung dan bhuana alit. Dalam tradisi inipun murni tidak ada kalah ataupun menang. Melainkan memupuk persaudaraan antar sesama warga masyarakat.
Salah satu peserta, Putu Yoga mengatakan tradisi ini sudah turun temurun. Ia mengaku sudah lama ikut serta dalam tradisi siat api karena untuk meredam amarah ketika catur brata penyepian. “tidak ada kalah menang dalam tradisi ini, dan malah mempererat rasa persaudaraan,” ucapnya.
Sementara itu, Kelian Desa Padangbulia, Gusti Ketut Semara menjelaskan tradisi meamuk amukan ini memang mengandung sarat akan makna dan nilai. Salah satunya kebersamaan dalam ikatan persaudaraan antar warga desa. “ini sebagai bentuk mempererat rasa persaudaraan antar warga,”jelasnya.***wismaya