Di Balik Kemajuan Pariwisata Pemuteran Ada Nama Ketut Sutrawan Selamet

110
Desa Wisata Pemuteran. Foto : Wismaya

SINGARAJA, The East Indonesia – Di kalangan pegiat pariwisata, sosok yang satu ini memang cukup populer. Bukan saja karena posisinya sebagai Ketua Pokdarwis Desa Pemuteran, tapi juga karena kiprahnya sebagai pembicara nasional. Ya, mengenai hal tersebut, dirinya sudah pernah mengisi wokrshop atau diskusi tentang dunia pariwisata di mana-mana di seluruh Indonesia. Pikiran-pikirannya tentang pariwisata khususnya marketing dan distribusi pariwisata juga sedikit-banyak telah membantu pariwisata Desa Pemuteran menjadi seperti sekarang.

Sosok yang sedang kita bicarakan ini bernama I Ketut Sutrawan Selamet, atau yang akrab dipanggil Wawan Ode. Pria kelahiran 1 Juli 1981 ini lahir dan tumbuh di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Lahir di desa yang mulai mengembangkan pariwisata sejak 1989 itu, membuatnya tertarik untuk ikut terlibat di dalamnya. Pikiran itu merasukinya sejak ia lulus SMP.

Maka, pada 1997 berangkatlah Wawan Ode ke Badung dan melanjutkan pendidikan ke SMK Pariwisata Mengwitani sampai tahun 2000. Lulus SMK ia memilih kuliah D2 Akpar di Sekolah Tinggi Pariwisata Tri Atmajaya, Bali, dan lulus tahun 2002.

Menurut Wawan Ode, perkembangan pariwisata Desa Pemuteran tidak dapat dilepaskan dari peran I Gusti Agung Prana yang merupakan pelopor sekaligus pendiri Yayasan Karang Lestari yang aktif mengelola kawasan karang di pantai Pemuteran.

Perlahan tapi pasti, Desa Pemuteran berbenah diri menjadi desa wisata dengan memanfaatkan potensi alam yang menjadi kekayaannya. Terletak di pesisir pantai sekaligus dekat dengan bukit-bukit yang hijau membuatnya cocok untuk kawasan wisata bahari sekaligus wisata alam.

“Kesadaran saya untuk menjaga dan mengembangkan pariwisata Pemuteran lahir sejak saya bersama I Gusti Agung Prana. Saya sering diajak berdiskusi dan menghadiri pertemuan-pertemuan penting perihal pariwisata. Jadi, peran saya sebenarnya hanya meneruskan perjuangan tokoh-tokoh terdahu saja,” jelasnya, rendah hati.

Desa Wisata Pemuteran merupakan sebuah model desa wisata di Bali yang dikembangkan dengan menerapkan konsep keberlanjutan ekowisata yang berbasis pada lokalitas. Selain itu, juga merupakan destinasi wisata dengan minat khusus. Tidak hanya mendongkrak kesejahteraan rakyat melalui nilai ekonomis dari pariwisata, desa ini juga aktif menerapkan upaya pelestarian lingkungan laut yang merupakan kekayaan mereka.Pemuteran menjadi salah satu desa yang dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata melalui program Desa Wisata pada tahun 2009-2010. Dukungan dari program itu, menurut Wawan Ode, antara lain digunakan untuk membangun fasilitas diving serta wisata air di sekitar desa tersebut.

Membangun Pariwisata Pemuteran

Menurut Wawan Ode, lingkungan Desa Pemuteran dulu sangat memprihatinkan. Diceritakan pada awal 1989 para nelayan menangkap ikan dengan bom dan potas. Hal tersebut mengakibatkan rusaknya ekosistem laut di Pemuteran. Tak hanya di laut, imbuhnya, tapi juga bukit-bukit yang gundul dan gersang.

“Masyarakat dulu terpaksa melakukan itu sebab memang tak ada pilihan profesi lain. Lingkungan yang kering membuat masyarakat Pemuteran putus asa,” kata pemilik Ode Resto & Guest House itu.

Alam Pemuteran juga diakui sebagai salah satu dari 10 destinasi terbaik dunia. Atas dasar itu masyarakat memperoleh lapangan pekerjaan dan peluang usaha dengan swakelola sebagai sumber utama pemasukan masyarakat. Akhirnya, Pemuteran menjadi Desa Wisata berbasis masyarakat dengan menggunakan Role Model Social Entrepreneur. Dan sampai hari ini, kawasan Desa Wisata Pemuteran sudah menerima 38 penghargaan, baik Nasional maupun Internasional.

Sampai di sini, apa yang telah dibangun dan diperjuangkan Agung Prana dulu dan dilanjutkan oleh generasi berikutnya termasuk Wawan Ode tidak sia-sia. Pemuteran hari ini jauh berbeda dengan Pemuteran 40 tahun lalu. Bahkan, pada tahun 2016, United Nation World Tourism Organization (UNWTO/Organisasi Pariwisata Dunia PBB) memberikan predikat juara kedua kepada Desa Pemuteran untuk kategori “Innovation in Non Govermental Organizations” dengan program “Coral Reef Reborn Pemuteran, Bali”. Suatu kemajuan yang patut diapresiasi.

Kini, 1.500 kepala keluarga di desa tersebut juga merasakan peningkatan kesejahteraan secara ekonomi dari kegiatan wisata berbasis masyarakat yang berkembang di daerahnya.

Sementara itu, dalam membangun pariwisata Desa Pemuteran, Ode menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan pendekatan budaya dan spiritual berdasarkan konsep Tri Hita Karana. Dari konsep inilah masyarakat Pemuteran bahu-membahu dalam menjadikan Pemuteran seperti hari ini.

“Tri Hita Karana itu kan perpaduan interaksi antara Tuhan, manusia, dan alam. Jadi, dalam pembangunan pariwisata, peran agama dan budaya juga sangat penting,” jelas Ode.

Atas dasar filosofi tersebut, dalam rangka menyelamatkan lingkungan di Desa Pemuteran masyarakat melakukan berbagai hal seperti menjaga lingkungan dengan melakukan pembersihan dan penghijauan; menjaga dan melestarikan penyu serta adopsi baby coral; menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan; menjaga destinasi yang sudah ada dan merencanakan atau membuat destinasi baru; dan terus melakukan promosi agar pariwisata Pemuteran semakin dikenal, sehingga mampu mendatangkan wisatawan.

“Khusus untuk menjaga ekosistem laut tetap lestari, Desa Pemuteran membentuk Pecalang Laut Pemuteran (traditional marine patrol). Dan pada 2015, kami mulai membuat even tahunan yang dinamakan Pemuteran Bay Fest. Ini juga adalah satu bentuk promosi kami,” ujarnya.

Pemuteran Bay Festival menaungi segala bentuk seni budaya dan pelestarian lingkungan seperti Pelestarian Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Teknologi Biorock, Heritage Culture Gebug Ende, Beach Art Parade, Lomba-lomba Seni dan Budaya, Pameran Produksi Seni dan Kerajinan dalam rangka meningkatkan kualitas pariwisata berbasis masyarakat, berbudaya, berwawasan lingkungan.

Event Pemuteran Bay Festival juga masuk 100 kalender event di Indonesia atau CoE Indonesia. Pemuteran Bay Festival mempersembahkan selebrasi budaya dengan semangat komunitas dengan berlandaskan ecotourism.

Wawan Ode mengatakan, dalam membangun pariwisata, setidaknya ada empat pihak yang harus bekerja sama. Pertama, masyarakat; kedua, pemerintah; ketiga, penguasa sosial dan bisnis; dan keempat, ilmuan atau ahli. Keempat pihak tersebut jika bisa berkolaborasi dengan baik, maka kemajuan pariwisata tidak mustahil untuk diraih.

Dengan gerakan-gerakan yang telah dijelaskan di atas, kunjungan wisatawan ke Pemuteran mengalamai kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2019, sebelum Covid-19, menurut data yang dihimpun oleh Pokdarwis Pemuteran, terdapat 13.532 wisatawan yang berkunjung ke Desa Pemuteran.

Dari data tersebut, wisatawan yang datang ke Pemuteran kebanyakan melakukan aktivitas seperti snorkeling & diving, temple tour, cooking class, hiking, yoga, purification, cycling, fishing, dance class, Balinese life’s experience, conservation, education, sampai menikmati sunset di Bukit Batu Kursi. Di Pemuteran memang banyak sekali tempat wisata yang bisa dikunjungi. Tempat tersebut terdiri dari bukit, pantai, air terjun, budidaya penyu, taman bawah laut, dan pura.

Peran Teknologi Digital
Wawan Ode bersama Pokdarwis selalu berusaha untuk terus mempromosikan tempat wisata yang ada di Desa Pemuteran. Salah satu hal yang dilakukan adalah dengan membuat paket-paket trip pariwisata di Pemuteran. Selama ini, paket trip dinilai efektif dalam mengembangkan pariwisata di Pemuteran.

Hasil dari inovasi paket aktivitas yang dibuat di antaranya: terisinya hotel dan homestay yang ada di Pemuteran; bertambahnya kunjungan tamu dosmetik dan wisatawan asing yang tinggal/berada di Bali; bergeraknya perekonomian Desa (tamu-tamu belanja di warung masyarakat lokal); digunakanya sampan untuk melakukan aktivitas (dolphin, snorkeling, diving, dll); dgunakanya transport lokal untuk antar jemput tamu; tamu menginap lebih lama di Desa Pemuteran; spending tamu lebih banyak; dan bergeraknya ekonomi kreatif (UMKM) masyarakat desa wisata Pemuteran.

Dari semua pencapaian tersebut, menurut Wawan Ode, selain atas komitemen masyarakat Pemuteran, juga dikarenakan adanya teknologi digital seperti media sosial atau platform-platform digital lainnya.

Pada saat Pandemi Covid-19 menjadi mimpi buruk bagi seluruh sektor industri terutama pariwisata, perkembangan teknologi menjadi angin segar bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk bisa bertahan dan berkembang di tengah bencana tersebut.

Kunci utama para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif bertahan di tengah pandemi adalah memiliki kemampuan adaptasi, inovasi, dan kolaborasi yang baik. Ketiga kemampuan itu, menurut Wawan Ode, sebenarnya sudah mulai diterapkan di Pemuteran melalui digital tourism.

Digital tourism merupakan salah satu strategi yang efektif dalam mempromosikan berbagai destinasi dan potensi pariwisata melalui berbagai platform. Artinya, digital tourism tidak hanya sekadar mengenalkan, namun juga menyebar keindahan pariwisata secara luas untuk meningkatkan jumlah wisatawan berkunjung ke suatu tempat.

“Pada saat pendemi, Desa Pemuteran juga terdampak. Saya saja kembali menjadi petani,” ujarnya sambil tertawa. Wawan Ode menambahkan, beruntungnya, pada saat itu pihaknya tetap menyelenggarakan Pemuteran Bay Festival secara virtual. “Jadi, meski tidak tidak ada kunjungan seperti biasanya, yang penting pemasaran tetap jalan,” jelasnya.

Benar. Dalam hal distribusi, marketing, dan membangun citra pariwisata, peran media sosial menjadi sangat penting. Sejak adanya media sosial, proses distribusi pariwisata di Pemuteran menjadi lebih cepat dan evisien. Selain lebih mudah dalam menyebarkan informasi terkait potensi wisata, postingan-postingan positif dari wisatawan juga sangat berpengaruh dalam membangun citra di mata calon wisatawan.

“Tapi juga sebaliknya, postingan-postingan negatif juga berpengaruh. Misalnya, ada tamu yang memosting sampah di pantai, itu juga mempengaruhi citra,” jelas Ode.

Melalui akun media sosial pribadinya dan akun Pokdarwis Pemuteran, Wawan Ode tak pernah surut mempublikasikan, mendokumentasikan, dan menyebarkan potensi-potensi pariwisata Desa Pemuteran. “Selain menggunakan media sosial, setiap kali kami memiliki kesempatan untuk menghadiri undangan-undangan di kota maupun di luar kota, kami selalu mempromosikan Pemuteran,” imbuhnya.

Selain itu, Desa Pemuteran juga banyak mendapat tawaran dari perusahaan-perusahaan teknologi digital berupa pembuatan web dan aplikasi gratis. Hanya saja, menurut Wawan Ode, hal itu dinilai kurang efektif sebab pengguna harus menginstal terlebih dahulu. “Berbeda dengan media sosial yang fungsinya bukan hanya untuk mencari tahu informasi tempat wisata, kan?” ujarnya.

Terakhir, pada saat ditanya mengenai harapan terkait dengan pariwisata di Desa Pemuteran, Wawan Ode menjawab, “Saya ingin Desa Pemuteran menjadi desa mandiri. Selama ini, kami tidak berani menarik tiket kepada wisatawan karena takut dianggap pungli. Akhirnya, desa tidak dapat PAD. Nah, dalam hal ini, saya berharap pemerintah harus hadir untuk membuat payung hukumnya, supaya kami memiliki pegangan kuat dalam membangun Pemuteran ke depannya,” pungkasnya.*Wismaya