DENPASAR, TThe East Indonesia – Tampaknya himbauan enam uskup Region Nusra tentang penolakan panas bumi atau geotermal di Flores tidak mempan. Terbukti, kini muncul dokumen dari instansi terkait yang telah melakukan survei geotermal di tiga desa di Kabupaten Nagekeo.
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Ululoga menceritakan saat tim ESDM turun lakukan survey, masyarakat tidak tahu dan tidak dijelaskan bahwa mereka melakukan survey soal panas bumi.
“Masyarakat kami terkejut setelah dokumen ini keluar yang ternyata adalah dokumen survey panas bumi di tiga lokasi tersebut,” kata salah satu tokoh masyarakat Desa Ululoga, Kamis 27 Maret 2025 saat dihubungi wartawan dari Denpasar.
Tiga desa yang punya sumber panas bumi dan sudah disurvei yakni Desa Marpokot Kecamatan Aesesa, Desa Pajo Reja, Kecamatan Mauponggo, dan Desa Rendu Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo.
Sebelumnya, enam Uskup Region Nusa Tenggara dengan tegas menolak pembangunan proyek geotermal Flores dan Lembata. Para uskup menengarai, proyek ini telah merusak ekosistem alam di sana.
Penolakan ini tercantum dalam Surat Gembala Prapaskah bersama enam uskup di Provinsi Gerejawi Ende yang terdiri dari: Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden SVD; Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat; Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San; Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung; Uskup Maumere, Mgr. Ewaldus Sedu; dan Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus.
Surat gembala ini dibacakan dalam Misa Prapaskah ke-III di seluruh gereja di Provinsi Gerejawi Ende, Minggu 23 Maret 2025.
Enam Uskup tersebut sepakat menandatangani surat gembala dan mengajak para umat untuk menolak geotermal Flores dan Lembata.
Dalam surat itu, alih-alih untuk menyediakan energi untuk masyarakat, proyek geothermal justru membawa dampak lingkungan yang serius.
“Gereja dipanggil menjadi penjaga kehidupan dan pelayan sesama. Dalam semangat kasih Kristus, kami mengajak seluruh keluarga umat Allah di wilayah Provinsi Gerejawi Ende untuk menjaga lingkungan dengan menolak eksploitasi sumber daya yang merusak ekosistem, termasuk energi geotermal Flores dan Lembata, yang menimbulkan pertanyaan berbagai pihak saat ini,” begitu bunyi surat gembala
Sementara siaran pers Keuskupan Agung Ende yang diterima media ini, Sabtu (15/3/2025) menyebutkan Keuskupan Agung Ende menerima utusan Kementerian ESDM- EBTKE yang terdiri dari tim PT. PLN Persero Kantor Pusat Divisi Manajemen Panas Bumi, PT. PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara dan Unit Pelaksana Proyek Nusra 2, PT. Daya Mas Nage Geothermal, PT. Sokoria Geothermal Indonesia.
Setelah mendengarkan pemaparan tim dari ESDM, Uskup Agung Ende Mgr. Budi Kleden SVD menyampaikan beberapa poin tanggapan, sekaligus menjadi penegasan atas pernyataan sikap resmi Gereja Keuskupan Agung Ende.
Sikap Keuskupan Agung Ende yakni Penolakan terhadap proyek pembangunan geothermal, lahir dari keprihatinan akan konteks yang meliputi Wilayah Keuskupan Agung Ende yang terdiri dari gunung dan bukit, serta menyisakan lahan yang terbatas untuk pemukiman dan pertanian warga.
Dari aspek mata pencaharian, hampir delapan puluh persen (80%) umat Keuskupan Agung Ende adalah petani.
Usaha pertanian di wilayah Keuskupan Agung Ende, sangat tergantung pada curah hujan sebab sumber air (permukaan) tanah tidaklah banyak. (*)


