
SINGARAJA, The East Indonesia – Festival jatiluwih ke 6 tahun 2025, mendapatkan apresiasi tinggi dari Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya. Menurutnya festival yang mengangkat tema “Tumbuh Bersama Alam” bukan hanya menampilkan seni dan budaya, tapi juga menjadi wujud nyata pelestarian kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun
“Saya merasa berbahagia sekali dan berbangga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap Badan Pengelola Jatiluwih yang telah melaksanakan Festival Jatiluwih ke-6. Sangat luar biasa bagaimana tadi kita lihat bersama isi festival ini bukan hanya soal seni, tapi bagaimana menjaga kearifan lokal yang telah ada sejak ribuan tahun lalu,” ujar Sanjaya, Sabtu (19/7/2025).
Sanjaya juga menyampaikan bahwa tema Festival Jatiluwih tahun ini, Tumbuh Bersama Alam, selaras dengan visi pembangunan berkelanjutan di Tabanan. Ia mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam, sesuai ajaran Tri Hita Karana dan semangat Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
“Kalau di Bali kan ada namanya tumbuh bersama, merawat pertiwi, hidup saling menghidupi, urip menguripi, bagaimana kita harus hidup berbarengan, tidak bisa kita ego hidup sendiri, alam inilah saudara kita, saudara tua kita perlu kita jaga, tugas kita bersama”, kata Sanjaya
Dalam festival yang digelar di kawasan warisan budaya dunia itu, Sanjaya menyoroti pentingnya menjaga tradisi seperti nengale, menyekap, numu, dan kegiatan langsung di sawah. Ia menyebut kekayaan tradisi ini sebagai sesuatu yang langka dan tidak bisa ditemukan di tempat lain.
“Itu yang betul-betul mungkin tidak ada di dunia. Ini harus dijaga dan dilestarikan. Tidak salah juga kalau kita punya Museum Subak di Tabanan dan Jatiluwih sebagai bagian dari destinasi utamanya,” lanjutnya.
Sanjaya menegaskan bahwa pengembangan pariwisata di Tabanan tetap akan berpijak pada budaya dan pertanian.
“Kami tetap mendukung pariwisata, tapi Tabanan tetap berpijak pada akar budaya dan bergerak di sektor pertanian. Pariwisata adalah bonusnya,” tegasnya.
Menanggapi isu alih fungsi lahan di kawasan Jatiluwih, Sanjaya mengatakan bahwa pihaknya bersama Kementerian ATR/BPN telah melakukan pemetaan zona. Hal ini dilakukan untuk menentukan area yang boleh dibangun dan yang harus dilindungi.
“Kami sudah dengan kementerian ATR beberapa kali rapat bahwa sudah disoning di mana daerah yang bisa dibangun dan di daerah mana bisa dijaga.Khususnya sekitar Jatiluwe ini kan bagian daripada warisan budaya dan LSD, lahan sawah dilindungi” tambahnya
“Kami juga minta bantuan masyarakat adat melalui pararem dan awig-awig agar kearifan lokal bisa terus dijaga dan menekan alih fungsi lahan,” jelasnya.
Ia juga merespons keluhan soal keterbatasan lahan parkir di kawasan Jatiluwih. Ia menyebut solusi jangka panjang tengah disiapkan bersama berbagai pihak, termasuk masyarakat adat.
“Kan saya baru empat bulan dilantik, jadi tidak bisa menyulap Jatiluwih secara cepat. Tapi ini sudah jadi PR, dan pasti ada RP-nya. Kami sudah rencanakan, dan sepakat dengan pengelola serta desa adat mencarikan lahan parkir yang tidak mengganggu eksotisme panorama alam,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengelola Objek Wisata Jatiluwih, Ketut Jon Purnama, menyampaikan bahwa pihaknya terus mencari solusi untuk mengatasi masalah parkir, termasuk dengan menjajaki kerja sama bersama warga.
“Saat ini kami masih mencari solusi bersama warga, bagaimana agar lahan yang lebih dekat dengan objek wisata bisa dimanfaatkan untuk parkir,” kata Purna.(Tim)