KUTA, The East Indonesia – Penyuluh lingkungan hidup dinas KLH Luh Made Candra Astiti Ratnasari Ratna Sari (kiri), didampingi kepala sekolah SMA negeri 1 kuta I Made Kridalaksana (kanan).
Dinas kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, melalui penyuluh DLHK, Luh Made Candra Astiti Ratnasari Ratna Sari, menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam mengatasi persoalan sampah. Menurutnya, peran sekolah sangat strategis untuk membangun budaya peduli lingkungan sejak dini.
Hal itu ia sampaikan dalam seminar pengelolaan sampah organik dan anorganik yang digelar di SMA Negeri 1 Kuta, pada, Rabu, 3/9/2025. Seminar tersebut diinisiasi oleh para siswa dan menghadirkan narasumber dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) serta Dinas Pendidikan.
“Kalau kami bekerja sendiri tentu sulit ya karena keterbatasan kami. Makanya kami sangat mendukung kalau semua pihak mau ikut berperan aktif. SMA 1 Kuta sudah memulai dengan mengedukasi siswa melalui seminar ini, dan terus diingatkan, misalnya lewat upacara bendera setiap Senin,” kata Ratna.
Ia menekankan pentingnya pemilahan sampah dari sumber, termasuk di kantin sekolah. Menurutnya, edukasi lingkungan harus dilakukan terus-menerus, sehingga siswa terbiasa memilah sampah sesuai jenisnya.
Ratna juga menjelaskan bahwa pemerintah membentuk tim lintas organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menangani masalah sampah secara lebih terstruktur.
“Kalau di sekolah, Dinas Pendidikan yang berperan. Kalau di pasar, Dinas Perindag. Sementara untuk hotel dan restoran, kami libatkan Dinas Pariwisata. Jadi semua OPD bergerak sesuai bidang masing-masing,” jelasnya.
Lebih jauh, Ratna menyoroti pentingnya pembangunan teba modern di sekolah maupun instansi sebagai solusi cepat untuk menyelesaikan persoalan sampah organik.
“Kalau organik yang jumlahnya sekitar 60 persen sudah selesai di sumber, beban pemerintah jauh berkurang. Tinggal dipikirkan yang 40 persen sisanya, yaitu anorganik dan residu,” ujarnya.
Untuk sampah anorganik, pemerintah mendorong kerja sama dengan bank sampah, TPS 3R, atau TPST. Sementara residu masih menjadi pekerjaan rumah yang memerlukan teknologi tepat, terutama menjelang penutupan sistem open dumping akhir tahun ini.
Seminar ini, kata Ratna, menjadi salah satu cara menanamkan kepedulian lingkungan kepada generasi muda.
“Kami senang kalau sekolah-sekolah benar-benar peduli dengan pengelolaan sampah. Dari sinilah budaya peduli lingkungan bisa tumbuh,” pungkasnya.(T011)


