Denpasar,Theeast.co.id – Presiden Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesia Hari Setianto mengatakan, kualitas auditor internal di Indonesia sangat berpotensi menghambat dunia bisnis bila seorang auditor tidak meng-upgrade ilmunya. Hal ini disampaikan Hari saat konferensi tahunan di Bali yang digelar selama dua hari berturut-turut tanggal 28-29 Agustus 2018 di Kuta Bali. Menurutnya, salah satu auditor yang sudah mengikuti standar dunia dengan perkembangan disiplin audit terkini adalah auditor yang saat ini menjadi anggota IIA Indonesia. “Saat ini jumlah anggota IIA Indonesia baru mencapai sekitar dua ribua orang. Sementara yang sudah mendapatkan sertifikasi CIA (certified internal auditor) baru mencapai sekitar 2 ratusan orang. Jumlahnya sangat sedikit. Sementara di Indonesia memang sudah banyak auditor, tetapi yang sudah mendapatkan CIA dan diakui secara global sangat sedikit,” ujarnya.
IIA Indonesia adalah organisasi profesi nirlaba yang didedikasikan untuk kemajuan dan pengembangan profesi. Saat ini anggota IIA Indonesia berjumlah kurang dari 3 ribu orang atau sekitar 1600 orang. Mereka umumnya individu yang bekerja di area audit internal, manajemen risiko, pemerintahan, pengendalian internal, audit teknologi informasi, edukasi dan keamanan. Bila sebelumnya, seorang auditor bertugas menemukan kesalahan, menghitung material yang hilang, menghituang berapa kerugian perusahan, maka paradigma ini sudah seharusnya bergeser. Auditor sekarang harus lebih cerdas melihat risiko ke depan yang akan terjadi. “Auditor bukan lagi datang, marah-marah, memeriksa selisih kerugian, memeriksa material yang hilang, dan seterusnya. Tugasnya harus lebih tinggi lagi yakni memprediksi risiko yang terjadi,” ujarnya. Dalam pengawasan, seorang auditor internal merupakan pengawasan lapisan ketiga. Lapisan pertama itu sistem, administrasi. Bila sistemnya sudah bagus maka hasilnya akan bagus. Lapisan kedua adalah manajemen, manajer, direktur dan setingkatnya. Sementara lapisan ketiga baru auditor, dan yang diaudit adalah manajemen, apakah dia sudah menjalankan sistem dengan baik atau tidak. “Bila manajernya, stafnya sudah menjalankan sistem dengan baik, maka perusahan itu akan berjalan baik. Tetapi bila tidak, maka audit akan memprediksi apa yang akan terjadi nantinya,” ujarnya.
Sementara Vice Presdent IIA Indonesia Angela Indirawati Simatupang mengatakan, banyak auditor yang tidak mengembangkan ilmunya terkini. “Sekarang auditor harus bisa menjadi ahli nujum, bukan lagi melihat masa lalu, tetapi melihat masa depan. Inilah perkembangan disiplin terkini seorang auditor. Namun sangat disayangkan, belum semua auditor Indonesia mendapatkan ilmu yang sama. Kondisi ini bisa menghambat pertumbuhan dunia bisnis dan industri Indonesia,” ujarnya. Saat ini kiblat auditor dunia ada di IIA yang mengeluarkan banyak sertifikat. IIA adalah organisasi global yang sudah diakui dunia.
Dikatakan seorang auditor bisa menghambat perkembangan usaha karena masih berkutat pada seorang auditor yang melihat pada kejadian masa lalu dan hanya bisa memvonis kesalahan perusahan. Ilmu auditor buka itu lagi melainkan sudah bergeser. Ia mencontohkan berbagai perusahan terkemuka dunia, seperti Nokia, Blackberry, yang sudah digeser Samsung dan Android lainnya. “Kurang apa Nokia, diinjak-injak pun tetap bunyi. Kurang apa proteksi Blackberry. Tetapi akhirnya ditinggalkan. Ini karena perusahan ini tidak melihat masa depan dengan berbagai risiko yang ada. Mereka hanya melihat masa lalu,” ujarnya.
Untuk mencapai kualitas auditor terkini, IIA Indonesia saat ini sedang mengadvokasi agar seluruh auditor di Indonesia mengikuti standar dunia. Advokasinya dilakukan melalui beberapa lembaga resmi seperti OJK, Bank Umum, perusahan-perusahan negara dan sebagainya. Semoga kualitas auditor Indonesia berstandar dunia dan memajukan dunia usaha dan bisnis di Indonesia.(Axele Dhae)