Kasus Dugaan Pelanggaran Netralitas 10 ASN Belu Sedang Proses di Komisi ASN

336
Kasus Dugaan Pelanggaran Netralitas 10 ASN Belu Sedang Proses di Komisi ASN/theeast.co.id
Kasus Dugaan Pelanggaran Netralitas 10 ASN Belu Sedang Proses di Komisi ASN/theeast.co.id

ATAMBUA, The East Indonesia – Kasus dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara yang dilakukan 10 ASN di Kabupaten Belu oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Belu telah mengirimkan rekomendasi tersebut kepada Komisi ASN di Jakarta sejak (07/09/2020).

Namun hingga saat ini kasus itu masih saja sedang dalam proses Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Jakarta.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Bawaslu Kabupaten Belu, Andreas Parera saat dikonfirmasi awak media ini, Kamis (15/10/2020).

“Dalam koordinasi terakhir sedang dalam proses di Komisi ASN. Apakah proses sedang memeriksa berkas atau sudah masuk setelah registrasi atau tidak kita belum tahu,” pungkasnya dihadapan salah satu Anggota Bawaslu RI Koordinator divisi penindakan, Dr. Ratna Dewi Pettalolo, SH, MH di Aula Hotel Matahari Atambua.

Sementara itu Anggota Bawaslu RI Koordinator divisi penindakan, Dr. Ratna Dewi Pettalolo, SH, MH menjelaskan bahwa terkait kasus dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara yang dilakukan 10 ASN di Kabupaten Belu tersebut rekomendasinya langsung ke Komisi ASN.

“Itu kan rekomendasinya langsung ke Komisi ASN. Nanti kami cek,” tandasnya.

Diterangkan bahwa pihak Bawaslu sudah memiliki perjanjian kerjasama dengan Komisi ASN. Sehingga dari sekian kasus yang diproses, diteruskan kepada Komisi ASN dan komisi ASN yang akan meneruskan dan memutuskan Sanksi yang akan diberikan. Setelahnya Komisi ASN menyampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.

“Jadi proses penanganannya itu kan dilakukan di Bawaslu. Setelah itu keluar Rekomendasi KASN, disitu KASN akan memeriksa rekomendasi Bawaslu beserta alat bukti yang disertakan. Setelahnya baru KASN mengeluarkan sanksi,” urai Ratna Dewi Pettalolo.

Untuk diketahui, sebelumnya diberitakan bahwa Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Belu telah mengirimkan rekomendasi terkait dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara yang dilakukan 10 ASN di Belu kepada Komisi ASN di Jakarta sejak (07/09/2020).

Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisioner Bawaslu Kabupaten Belu, Agustinus Bau saat dikonfirmasi awak media ini, Jumat (11/09/2020).

“Terkait dengan proses terhadap 10 ASN itu kami sudah rekomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara sejak tanggal 07 September 2020,” pungkasnya.

Saat ini pihak Bawaslu sedang menunggu salinan dari rekomendasi Komisi ASN karena disana pun masih memiliki prosedur sebelum memutuskan atau menurunkan rekomendasi kepada pejabat pembina Kepegawaian di Kabupaten Belu untuk menindaklanjuti hasil putusan Komisi ASN.

Dirinya mengungkapkan bahwa rekomendasi yang dikirim merupakan penyampaian informasi laporan hasil temuan bahwa ada 9 orang Camat yang diduga melanggar kode etik, kode perilaku dan disiplin ASN dengan menyatakan pernyataan yang mengarah pada keberpihakan.

“Dari prosedur itu kita kaji lagi ada tanda-tanda, ada gejala bahwa tindakan mereka itu arahnya akan berpihak pada salah satu pasangan calon yang nanti akan ditetapkan 23-26 September,” tandasnya.

Agus Bau menjelaskan bahwa hasil rekomendasi Bawaslu Kabupaten masih melalui kajian di Bawaslu RI maka masih ada pengadministrasian di Bawaslu RI dan setelahnya baru sampai ke Komisi ASN.

“Setelah komisi ASN menerima rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten dan telah di registrasi di komisi ASN maka 14 hari kemudian sudah harus ada hasil Putusan dari komisi ASN,” tegasnya.

Sebelumnya, dilansir dari portal resmi Bawaslu Kabupaten Belu http://belu.bawaslu.go.id/ menjelaskan bahwa menindaklanjuti temuan bawaslu Nomor 04/TM/PB/Kab.19.03/IX/202 terkait dengan acara ritual adat yang dilaksanakan pad atanggal 29 Agustus 2020 di Desa Dubesi kecamatan Nanaet Dubesi maka Bawaslu Kabupaten Belu mengundang dan melakukan klarifikasi terhadap 9 (Sembilan) Camat yang menghadiri kegiatan tersebut serta kepala BKPSDMD Belu sebagai Ama Nai-nya (Tua Adat), 2 kepala Desa dan Master of Ceremony yang hadir dalam kegiatan tersebut.

Mereka diundang untuk dimintai keterangan berkaitan dengan dugaan pelanggaran netralitas ASN. Dugaan tersebut berkaitan dengan pelanggaran Netralitas ASN, dimana pada acara adat tersebut, diduga mereka memberikan pernyataan dukungan terhadap salah satu bakal calon bupati belu.

Klarifikasi dilakukan sejak tanggal 3 September 2020, dimana pada tanggal 3 september 2020 klarifikasi dilakukan terhadap 4 orang camat dan 2 orang kepala desa serta MC yang memandu acara tersebut.

Klarifikasi dilanjutkan pada tanggal 4 September 2020 dengan mengundang 5 camat lainnya untuk didengar keterangannya.

Dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Belu, terdapat 9 (sembilan) orang camat yang menghadiri kegiatan tersebut diantaranya Camat Lamaknen Selatan, Camat Lamaknen, Camat Raihat, Camat Kota Atambua, Camat Atambua Barat, Camat Atambua Selatan, Camat Tasifeto Barat, Camat Raimanuk serta Camat Nanaet Duabesi, sedangkan 3 orang camat lainnya tidak hadir yaitu Camat Tasifeto Timur dan Camat Lasiolat, sementara Camat Kakuluk Mesak hadir di bagian awal acara, tetapi tidak sempat mengikuti acara pernyataan-pernyataan politik dari masing-masing camat tersebut.

Proses klarifikasi ini sesuai dengan ketentuan, Bawaslu Belu memiliki waktu 3 + 2 (maksimal 5 hari kalender) dalam proses penanganan pelanggaran. Oleh karena itu, paling lambat tanggal 6 September 2020, Bawaslu Belu sudah harus ada putusan.

Terhadap proses penanganan pelanggaran ini, Bawaslu tidak menggunakan Undang-Undang Pilkada karena belum ada calon bupati dan kampannye belum dimulai. Tetapi dasar hukum yang dipakai adalah Undang-Undang yang mengatur tentang Netralitas ASN yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

Karena menggunakan undang-undang ASN, maka sesuai dengan regulasi Bawaslu hanya melakukan klarifikasi dan kajian serta merekomendasikan hasil klarifikasi dan hasil kajian tersebut ke Komisi ASN. Selanjutnya Komisi ASN yang berwenang melakukan kajian ulang dan memutuskan dan menentukan apakah ini pelanggaran atau bukan dan apa sanksinya. (Ronny)