Ichsanuddin Noorsy : Gubernur Bali dan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Lecehkan Presiden dan Rusak Iklim Serta Kepastian Investasi

75
Foto : Dr. Ichsanuddin Noorsy . Dok - The East Indonesia.

SINGARAJA, The East Indonesia – Dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi hirarki kebijakan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) adalah panduan utama yang harus dipatuhi oleh seluruh jajaran pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Namun, belakangan ini, publik di Bali dan Indonesia dikejutkan oleh pernyataan dari pejabat daerah dan pusat, yaitu Gubernur Bali (30 Juni 2025) dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara (27 September 2025), yang substansinya berpotensi mengganggu, bahkan “melawan” kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Pernyataan-pernyataan tersebut, yang menyangkut pemindahan lokasi pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) di Kubutambahan, Buleleng, Bali Utara ke Sumberkelampok yang berada di ujung barat Buleleng dan terletak di tengah kawasan Taman Nasional Bali Barat, telah menciptakan kebingungan publik. Lebih serius lagi, mengirimkan sinyal keraguan yang berbahaya ke pasar investasi. Iklim dan kepastian dirusak yang berarti mengoyak kepastian hukum.

Fakta hukumnya sangat terang benderang: pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) di Kubutambahan, Buleleng, telah secara resmi tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029. Perpres ini disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas dan ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 10 Februari 2025 lalu.

“Keputusan pemilihan lokasi Kubutambahan, Bali Utara dalam dokumen negara setingkat Perpres seharusnya menjadi payung hukum tertinggi yang menyudahi segala perdebatan,” ujar Dr. Ichsanuddin Noorsy.

Ia menyayangkan pernyataan Dirjen Pehubungan Udara dan Gubernur Bali yang dianggap sebagai bentuk perlawanan yang berpotensi dapat merusak iklim investasi yang selama ini susah payah dibangun.

“Jangan ganggu dan mengusik kepercayaan para investor. Ini sudah menyangkut nama baik Republik Indonesia, karena ada insubordinasi dari birokrasi pemerintah terhadap kebijakan yang sudah diputuskan,’’ ujar Noorsy yang juga seorang pakar ekonomi politik dan analis kebijakan publik.

Dalam keterangan pers yang dikeluarkan Dirjen Pehubungan Udara dikatakan bahwa ada usulan Gubernur Bali dan disambut oleh Ditjen Perhubungan Udara untuk pemindahan lokasi bandara ke Sumberklampok — meskipun lokasi Kubutambahan telah ditetapkan dalam Perpres.

Padahal Dirjen Perhubungan Udara pada 23 Desember 2020 silam sudah mengirimkan surat kepada Gubernur Bali dan menolak usulan penetapan lokasi Bandara Udara Bali Baru di Sumberklampok, Bali Barat karena teridentifikasi aspek kelayakan pengembangan wilayah dan kelayakan lingkungan pembangunan bandar udara yang tidak sesuai dengan Perda Provinsi Bali Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2009-2029. Serta sebagian lahan untuk bandar udara akan menggunakan area taman nasional seluas +/- 64 hektar.

Menurut Ichsanuddin, lokasi Sumberklampok memang letaknya sangat dekat dengan kawasan konservasi Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Pembangunan di sana jelas akan melanggar Undang-Undang Konservasi dan memerlukan izin khusus yang rumit dari Menteri Kehutanan, berpotensi menciptakan konflik lingkungan yang serius. Ini belum lagi masalah bandara yang dibangun terlalu dekat dengan Bandara Blimbingsari di Banyuwangi – hanya terpisah oleh Selat Bali – dan menimbulkan pengaturan ruang udara yang kompleks karena pergerakan pesawat take off dan landing yang sangat dekat.

Seperti diketahui bahwa rencana pembangunan bandara internasional di Bali Utara ini juga merupakan perwujudan langsung dari cita-cita Presiden Prabowo. Dalam berbagai kesempatan, termasuk di Sanur, Bali awal November 2024 lalu, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk membangun bandara yang modern, bahkan berambisi menjadikan Bali sebagai “The New Singapore” atau “The New Hong Kong”. Visi besar ini bertujuan menjadikan Bali Utara sebagai pusat pertumbuhan baru dan ujung tombak kebangkitan ekonomi Indonesia Timur.

Sementara itu PT BIBU Panji Sakti selaku perusahaan pemrakarsa bandara internasional di Bali Utara telah bergerak cepat – bahkan pekan lalu meluncurkan desain bandara dan mengamankan komitmen investasi sebesar Rp50 Triliun. Penetapan lokasi bandara di pesisir pantai Kubutambahan ini telah melalui proses kajian mendalam dan mendapat dukungan lintas kementerian – sebelum Perpres No. 12/2025 terbit. Setidaknya proyek bandara offshore di Kubutambahan yang diinisiasi PT BIBU telah mengantongi rekomendasi dan persetujuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait Pemanfaatan Ruang Laut, Kementerian Investasi (BKPM) terkait komitmen investasi, dan Kementerian PPN/Bappenas yang kemudian memasukkannya ke dalam RPJMN 2025-2029.

Lebih jauh Ichsanuddin melihat bahwa sikap pejabat yang “melawan” kebijakan Presiden ini tidak hanya mengkhianati visi besar negara untuk Bali dalam upaya pemerataan ekonomi di kawasan utara, tetapi juga mengancam komitmen investasi Rp50 Triliun. “Segera hentikan bentuk perlawanan terhadap otoritas negara dan pelecehan terhadap kepastian investasi,” katanya.

Ia meminta Presiden Prabowo harus mengambil tindakan tegas untuk memastikan seluruh jajaran kementerian dan pemerintah daerah tegak lurus pada Perpres 12/2025. Tidak boleh ada ego sektoral yang mengorbankan program strategis nasional yang telah diamanatkan oleh Kepala Negara. Perlawanan birokrasi terhadap kewibawaan Presiden wajib dihentikan agar efektivitas kebijakan tercapai.

Desakan Puri Bali dan Dukungan Keraton Nusantara

Inkonsistensi dari pejabat teknis dan daerah ini menimbulkan kekecewaan di kalangan tokoh masyarakat Bali. Mereka yang paling memahami urgensi pembangunan ini justru mendesak Presiden Prabowo untuk segera mengambil tindakan nyata. Paiketan Puri-Puri Se-Jebag Bali (P3SB), yang terdiri dari Puri2 di seluruh Bali, secara tegas mendesak agar Presiden Prabowo segera menjadwalkan Peletakan Batu Pertama.

“Kami sudah lelah dengan wacana dan spekulasi. Isi Perpres No. 12 Tahun 2025 sudah sangat jelas menetapkan pembangunan proyek pembangunan bandara ini letaknya di kawasan pesisir Kubutambahan, Buleleng,” ujar Anak Agung Ngurah Ugrasena, Sekretaris P3SB dan Penglingsir Puri Agung Singaraja, Buleleng.

Dukungan serupa juga datang dari Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) yang sudah melayangkan surat resmi kepada Presiden Prabowo tanggal 29 September 2025 lalu. FSKN meneruskan aspirasi para Penglingsir di Bali yang mengharapkan kepastian peresmian dimulainya pembangunan bandara – seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum FSKN Brigjen Pol. (P) Dr. A.A. Mapparessa, M.M., M.Si., Karaeng Turikale VIII. Ia menegaskan bahwa Bandara Internasional Bali Utara sangat strategis sebagai pendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di Bali, serta bagi pengembangan budaya di Bali. Pembangunan ini juga sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo untuk membangun kejayaan peradaban bangsa.(Wis)