DENPASAR – Sosok seorang advokat yang satu ini, saat ini lagi sangat konsern pada beberapa kasus anak khususnya menjadi pendamping korban kekerasan kejahatan seksual dan kasus anak sebagai pelaku tindak kriminal.
Dia adalah Siti Sapurah yang akrab disapa “Ipung”. Dia adalah advokat yang saat ini sedang dibicarakan di masyarakat karena kepeduliannya terhadap kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak di Bali.
Ipung sebelumnya sangat di kenal karena sempat menghiasi halaman-halaman koran lokal dan nasional bahkan dibeberapa televisi nasional juga, karena menangani kasus Ageline di tahun 2015 lalu. Kini Ipung sedang memfokuskan advokasinya pada kasus yang agak berbeda yaitu cabang olahraga Taekwondo khususnya anak sebagai atlet Taekwondo yang dikriminalisasi berupa pemberian sanksi skorsing massal terhadap anak-anak atlet yang berprestasi yang masih dikategorikan di bawah umur.
Karena skorsing yang dilakukan secara massal oleh pengurus provinsi (Pengprov) Taekwondo Indonesia (TI) Bali terhadap para atlet Taekwondo tersebut membawa dampak yang sangat besar terhadap jiwa anak-anak itu, dan ada tindak pidana yang harus dipertanggungjawabkan oleh orang dewasa yang melakukan skorsing itu.
“Kali ini saya sedang menangani kasus yang agak berbeda dengan kasus kekerasan anak lainnya. Bagiku ini sebuah kasus yang langka dan sulit, dan karena kasus inilah aku hanya bisa tidur 3-4 jam saja dalam sehari,”tegasnya.
Ipung menjelaskan juga bahwa dampak dari skorsing yang diberikan kepada para atlet muda tersebut adalah bahwa mereka mengalami depresi berat yang dibuktikan dengan adanya hasil visum dari salah satu rumah sakit pemerintah di Denpasar. Adanya bukti pertama hasil visum psikiatri tersebut terdapat 7 anak yang menjadi korban saat diskors sebagai atlet Taekwondo yang mewakili Bali pada kejuaraan internasional Malaysia open 2016 lalu.
Sosok perempuan yang lahir di Pulau Serangan 13 Oktober 1968 silam ini sesungguhnya sangat peduli dengan kasus-kasus kekerasan anak. Bagi Ipung menangani kasus kekerasan terhadap anak adalah sebuah cita-cita sejak menjadi seorang aktivis anak pada tahun 1999.
Kepada The East dia spontanitas menghubungkan lagi pembicaraan tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Anak yang difokuskan pada pelanggaran Hak Anak. “Salah satu hak anak disana dikatakan anak-anak tidak boleh dilarang berprestasi, anak-anak harus atau wajib bisa mengisi negara ini dalam arti mengembangkan diri sesuai dengan keahliannya,”tegas Ipung
Sapurah menambahkan bahwa skorsing yang dilakukan oleh pengurus provinsi (Pengprov) Taekwondo Indonesia (TI) Bali tersebut mematikan semua kreativitas anak karena secara otomatis skorsing yang dijatuhkan selama 2 tahun kepada atlet-atlet berprestasi tersebut secara otomatis tidak bisa lagi untuk mengikuti pertandingan selanjutnya. “Even-even apapun dari even yang paling terkecil sampai even internasional pun dia tidak bisa ikut. Bukan cuma itu, dia tidak bisa ikut ekstra kurikuler di sekolahnya bahkan siapun yang bergaul dengan dia akan diskorsing juga,”imbuh Sapurah.
Ipung menjelaskan bahwa ketujuh anak tersebut di skors karena kedapatan melakukan foto selfie bersama dengan mantan pelatih Tae Kwondo mereka yang ketika itu turut hadir untuk melihat anak didik yang dilatihnya saat akan bertanding pada kejuaraan internasional Malaysia Open 2016. Kemudian foto selfie bersama itu dishare di facebook milik para atlit itu.
Dari hasil foto selfie bersama dengan pelatihnya yang dishare di facebook itu dijadikan sebuah bukti untuk memberikan sanksi skors kepada ketujuh atlet Taekwondo berbakat, yang pada saat itu sudah berada di Malaysia untuk mengikuti kejuaraan Taekwondo internasional bergengsi tersebut..
Bersambung ke bagian 2…..


