BADUNG – Sejak masa perencanaan dan perancangan sampai tahun 2017 kontruksi patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) telah berjalan 28 tahun, dan secara perlahan kini sosok Garuda Wisnu Kencana mulai terbentuk di kawasan budaya seluas 60 hektar tersebut. Yang teranyar adalah pemasangan wajah Sang Garuda yamg menjadi momen bersejarah dalam pembangunan GWK, karena dengan dipasangnya bagian atau modul wajah ini, maka patung kendaraan Dewa Wisnu ini sudah terbentuk dengan utuh.
Sang maestro dibalik karya megah ini I Nyoman Nuarta mengatakan sudah utuhnya patung garuda ini diharapkan menjadi penanda bahwasannya pembangunan GWK yang dimulai sejak 1989 ini akan segera selesai.
“Kita berharap GWK akan selesai bulan Agustus 2018 sebagai sosok patung. Tetapi kawasannya sebagai cultural park, masih terus akan dibangun dan dikembangkan,” katanya saat mengajak media di Bali menyaksikan pemasangan wajah sang Garuda di kawasan GWK, Jimbaran, Badung, Rabu (26/10).
Nantinya, GWK akan dilengkapi fasilitas viewing room atau ruang untuk melihat pemandangan dari lantai 21 GWK tepatnya disekitar bagian punggung patung Wisnu, yang rencananya mampu menampung kurang lebih 120 orang.
Pada kesempatan tersebut, Nyoman Nuarta juga meyakini bahwa setelah pembangunan patung GWK rampung, maka ini akan menjadi patung terbesar di dunia, serta patung terbesar dan tertinggi di dunia yang dibuat dari tembaga. “Dari sisi volume, patung GWK sembilan kali lebih besar dari patung Liberty, dan juga beberapa meter lebih tinggi,” paparnya.
Pembuatan keping-keping GWK sendiri selama ini melibatkan ratusan seniman, bahkan 120 seniman turut mengerjakan pemasangannya di Bali. Nyoman Nuarta mengakui salah satu bian yang paling sulit adalah pemasangan bagian ekor Garuda, karea beratnya rata-rata tiga ton sementara ujungnya mencapai delapan ton.
Gagasan GWK sendiri muncul untuk menciptakan landmark pariwisata Bali tahun 1989, yang kemudian tahun 1990 dimulai dengan pengembangan konsep. Ketika pencarian lokasi, seluruh perencana sepakat untuk menggunakan perbukitan kapur di Ungasan, Jimbaran, yang selama ini tidak produktif.
Lahan ini merupakan bekas lokasi penambangan kapur liar yang sudah ditinggalkan dalam keadaan yang kurang baik dan tidak ada tanaman yang mampu hidup dikarenakan oleh minimnya tanah subur. Setelah mendapat restu dari Presiden Soeharto (1993) dilakukan sosialisasi di hadapan para anggota dan pimpinan DPRD Bali, tokoh-tokoh masyarakat Bali, serta masyarakat di sekitar lokasi GWK.
Kehadiran GWK, kata Nuarta, selain menjadi landmark baru pariwisata Bali yang selama ini mengandalkan warisan budaya, juga akan menjadi pembuktian bahwa di negara berkembang seperti Indonesia lahir mahakarya untuk dunia.
“GWK akan jadi bukti bahwa kita berdaulat di bidang kebudayaan, dan kita harap kiblat kebudayaan dunia itu akan terjadi di GWK Cultural Park, karena di sini tidak hanya ada patung, tetapi juga forum-forum kebudayaan dunia,” ujar Nuarta.(*)


