BADUNG – Hari Suci Nyepi pada Sabtu (17/3) lalu dirayakan oleh seluruh golongan masyarakat di Bali dengan tidak keluar rumah. Hal ini dapat dipastikan menurunkan polusi udara dan efek rumah kaca di Bali dan akan membuat kualitas udara menjadi lebih baik dari hari-hari biasanya.
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, pengamatan lapangan guna mengetahui perbedaan kualitas udara ambien pada waktu sebelum dan saat perayaan hari raya Nyepi sudah dilaksanakan selama lebih kurang 10 hari sejak tanggal 9 hingga 18 Maret 2018.
“Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola perubahan kualitas udara dengan menganalisis tingkat penurunan relatif emisi gas rumah kaca dan partikulat pada saat Nyepi dibandingkan dengan sebelum perayaan Nyepi,” ujar Ardhianto Septiadi, Kepala Subidang Pengumpulan dan Penyebaran BMKG Wil. III Denpasar, Senin (19/3).
Selain itu, ia menambahkan, kegiatan ini untuk memberikan bukti ilmiah bahwa kearifan lokal Nyepi memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas udara, khususnya di Bali.
“Selama ini kita kan hanya berasumsi, nah kali ini kita sajikan dengan data, dengan pembuktian ilmiah, ini merupakan momentum ini perpaduan yang harmonis antara antara kearifan lokal dan perayaan hari suci yang hanya terjadi setahun sekali dan satu-satunya di dunia, diharapkan dapat memberikan pembuktian ilmiah bahwa aktifitas manusia berkontribusi dalam perbedaan kualitas udara ambien pada saat Nyepi sebagai hari bebas polusi, bebas suara bising, dan bebas energi selama 24 jam,” ungkapnya.

Terkait hasil pengolahan data pengukuran kualitas udara yang dilakukan tersebut, Ia mengatakan saat ini sedang diolah di BMKG pusat, dan hasilnya akan diketahui beberapa hari kedepan. Namun berdasarkan hasil pengukuran tahun-tahun sebelumnya hasilnya selalu terjadi peningkatan kualitas udara secara signifikan.
“Hasilnya akan kita ketahui beberapa hari kedepan, karena datanya diolah di pusat, tapi berdasarkan hasil-hasil sebelumnya selalu signifikan, terjadi peningkatan kualitas udara sampai 80%,” terangnya.
Untuk kali ini selain melakukan pengukuran di lima titik lokasi di Bali, BMKG juga melakukan pengukuran di Banyuwangi, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ada dampak peningkatan kualitas udara di wilayah sekitarnya, terutama Banyuwangi dari penghentian aktifitas manusia yang dilakukan pada saat Nyepi di Bali.
“Penempatan alat pemantauan gas rumah kaca dan partikulat yang tersebar di enam titik pengamatan, terdiri dari lima lokasi di seputar pulau Bali antara lain Balai Besar Wilayah III Denpasar, Stasiun Klimatologi Jembrana (Negara), Stasiun Geofisika Karangasem (Karangasem), Koramil Baturiti (Bedugul), Kodim Buleleng (Singaraja) dan satu lokasi terletak di Stasiun Meteorologi Banyuwangi. Pengukuran ini dilakukan untuk memperkaya data pengukuran serupa yang telah dilakukan sebelumnya pada tahun 2013, 2015, dan 2017,” pungkasnya.


