Kini Yayasan Dwijendra Munculkan Dualisme Kepengurusan

600

DENPASAR – Kisruh internal ditubuh Yayasan Dwijendra terus bergulir. Hal ini tentu menjadi perhatian masyarakat luas. Jika sebelumnya Yayasan Dwijendra dihebohkan dengan kasus penggelapan dana yayasan yang dilakukan oleh Karlota dan Satia Negara hingga berakhir dengan laporan ke Polda Bali beberapa waktu lalu, kini muncul lagi kasus lain yakni dualisme kepengurusan Yayasan Dwijendra.

Ketua Yayasan Dwijendra, Made Sumitra Chandra Jaya mengaku dirinya tidak merasa terganggu dengan munculnya kepengurusan Yayasan Dwijendra tandingan dari kubu Karlota dan kawan kawan yang menempatkan mantan Rektor Universitas Dwijendra, Ketut Wirawan sebagai Ketua Yayasan.

Menurutnya, kepengurusan Yayasan Dwijendra tandingan yang baru dibentuk adalah hasil upaya dari kelompok orang yang tidak senang dengan dirinya. Karena itu sifatnya cacat hukum. Demikian disampaikan MS Chandra pada, Sabtu (21/4) di Denpasar.

Menurutnya, ada kelompok yang tidak bertanggung jawab membentuk kepengurusan Yayasan Dwijendra tandingan dengan tujuan untuk menggulingkan dirinya dari jabatan sebagai Ketua Yayasan. Candra menilai, pembentukan kepengurusan Yayasan tandingan sesungguhnya tidak sesuai dengan regulasi yang tertuang dalam anggaran dasar. Karena itu, pihaknya akan terus melawan.”Karena pemberhentian orang (ketua yayasan) tidak sesuai dengan anggaran dasar dan aturan hukum yang ada maka saya melawannya secara hukum,” ujarnya.

Chandra menegaskan bahwa adapun alasan dari kubu Karlota dan kawan kawan memberhentikan dirinya dari jabatan ketua Yayasan Dwijendra yakni karena tidak mengindahkan surat yang mereka berikan untuk menghentikan pembangunan gedung sekolah di dekat Lapangan Tembak, Kesiman, Denpasar Timur.

“Memberhentikan saya tanpa saya diminta klarifikasi. Alasannya (saya) tidak mengindahkan surat penghentian (sementara) pembangunan gedung di Tohpati. Loh kan saya bangun untuk pendidikan tapi kok dilarang. Karlota ambil uang yayasan untuk kepentingan pribadi ga dilarang,” ujarnya.

Karena itu ia menilai akta pemberhentian dirinya sangat tidak sah karena belum disahkan oleh Kemenkumham. Meskipun kepengurusan itu telah dibentuk dengan menempatkan Wirawan mantan Rektor Universitas Dwijendra sebagai ketua Yayasan namun hingga saat ini belum mendapat keabsahan dari Kemenkumham.(*)

Laporan: Saverinus Suryanto