KPK Atensi Kasus Tanah Batu Ampar yang Melibatkan BPN

560

Denpasar – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) RI memberikan atensi serius kasus tanah di Batu Ampar, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng Bali. KPK memberi atensi karena kasus tersebut dilaporkan oleh
LSM FPMK Buleleng yang dikomando oleh Gede Suardana. KPK telah mendatangi Pemerintah Kabupaten Buleleng dan DPRD Buleleng awal April 2018 lalu. Tim penyidik KPK pun terlebih dahulu mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng, 27 Maret 2018 lalu terkait gejolak tanah Batu Ampar Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak yang kini tak kunjung ada penyelesaian.

Sementara Kepala BPN ( Badan Pertanahan Nasional) Singaraja I Gusti Ngurah Pariatna Jaya yang baru menjabat mengungkapkan, pada Selasa (8/5/2018) siang usai memimpin rapat internal, kantornya didatangi KPK. ”Kami sempat didatangi Tim KPK, mungkin lebih dulu kami daripada Pemkab Buleleng,” ungkap Pariatna, Jumat (11/5).

Kedatangan KPK ke BPN Singaraja, menurut Pariatna tak lain adalah untuk menggali informasi dan data tentang pengelolaan HPL N0.1 yang kini digunakan oleh PT Prapat Agung Permai (PT. PAP) di Desa Pejarakan.
”Ya, terkait pengelolaan HPL No. 1 Desa Pejarakan oleh PT PAP. Namun, kami tidak bisa memenuhi permintaan KPK terkait arsip pengelolaan HPL melalui penerbitan HGB di atasnya karena terbakar pada tahun 1999. Diatas lahan HPL itu, ada HGB atas nama PT PAP, dan tiga perusahaan lainnya, yang memiliki HGB di atas HPL No. 1 Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak,”jelas Pariatna.

Menurutnya, terbakarnya seluruh berkas di Badan Pertanahan Singaraja pada insiden tahun 1999 yang di sebut ‘Oktober Kelabu’ , telah disampaikan dan dipahami Tim Penyelidik KPK. ”Kami jelaskan apa adanya kepada Tim KPK, namun terkait gugatan/sengketa HPL kami tidak tahu. Yang jelas, HPL No 1 Desa Pejarakan yang terbakar itu sudah diajukan sertifikat penggantinya, dan masih dalam proses,”jelasnya.
Pariatna menegaskan HPL No. 1 merupakan aset Pemkab Buleleng yang telah dikerjasamakan dengan 4 perusahaan melalui penerbitan HGB. ”Dan tentu, dilandasi dengan nota kerjasama atau MoU,” terangnya. Sayang, Pariatna pun tidak bisa menunjukkan MoU yang disebutkannya itu.

Seperti diberitakan, mencuatnya ‘Batu Ampargate’ yang sedang dibidik KPK Republik Indonesia, tak pelak membuat sejumlah anggota Komisi I DPRD Kabupaten Buleleng gerah. Bukan hanya gerah lantaran kasus ini sampai di tangan KPK, tapi juga kaget lantaran pengelolaan asset yang tidak direstui ini justru tetap dilakukan Pemkab Buleleng.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, tanah Batu Ampar tersebut merupakan tanah terlantar dan berkapur. Namun sudah digarap dan dikelola oleh masyarakat hingga berpuluh-puluh tahun. HPL No. 1 aset Pemkab Buleleng yang telah dikerjasamakan dengan perusahaan melalui penerbitan HGB No 2 berdiri perusahaan pembuat pamor gamping. Terbitnya HPL dan HGB tersebut ada dugaan permainan pejabat.

Mendengar KPK RI mendatangi para pejabat di Buleleng, masyarakat Batu Ampar yang sudah menunggu sekian lama atas gejolak tanah tersebut kini berharap KPK RI lebih serius menangani Laporan LSM FPMK. Seperti yang diungkapkan oleh Arif warga Desa Pejarakan, KPK harus benar-benar menegakkan supremasi hukum serta mengusut tuntas siapa dalang dibalik tanah Batu Ampar yang dibilang HPL No. 1 Pejarakan. “Kami berharap KPK turun kebawah, para petani siap menghadapi KPK dan memberikan keterangan dengan menunjukan legalitas hukum kenapa petani berani mempertahankan tanah tersebut,” jelas Arif Sukrada.
Sukrada juga melontarkan pertanyaan bahwa kini di areal tanah tersebut sudah berdiri hotel berbintang yang disebut termasuk HGB 2 serta memiliki IMB. Namun di samping hotel tersebut kembali berdiri bangunan. “Bolehkah berdiri bangunan semegah itu walaupun itu mengatasnamakan kelompok Pokmasta. Apa sudah mengantongi ijin karena itu termasuk HGB 2 dan bukan milik nenek moyangnya?” pungkas Sukrada (11/5) melalui saluran telephone.(*)

Laporan Axelle Dhae