DENPASAR – Data mengejutkan diperoleh hasil survei Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang bekerja sama dengan beberapa kampus kesehatan di Bali. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya mengatakan, survei dilakukan terhadap 500 siswa SD yang diambil dari 5 kabupaten di Bali.
“Kelima kabupaten yang diambil sampelnya adalah Badung, Buleleng, Karangasem, Klungkung, dan Jembrana. Masing-masing kabupaten diambil sampelnya sebanyak 100 orang. Siswa-siswa yang dijadikan sampel itu diambil secara acak, diperiksa kesehatannya, diwawancarai secara detail. Jadi kita memang hanya ambil beberapa orang saja secara acak dari masing-masing kabupaten. Hasilnya memang sangat mengejutkan, ternyata 61 persen siswa SD di Bali tidak bugar. Tidak bugar yang dimaksud adalah kurang sehat, kurang ceria sebagaimana anak-anak seumurannya, dan seterusnya,” ujarnya di Denpasar, Sabtu (26/5).
Menurutnya, selain ada 61 persen siswa SD di Bali tidak bugar dari 500 orang yang disurvei. Sisanya adalah sangat bugar hanya 5 persen dan sisanya adalah bugar dan cukup bugar. Artinya, dari 500 anak SD tersebut, 95 persennya berada di bawah standar kebugaran. Data lain menunjukan bahwa hanya 25 persen yang diketahui gizinya normal. Sedangkan 75 persennya gizi tidak normal baik itu over weight yang cenderung obesitas maupun under weight atau gizi buruk. Sebelumnya, survei yang sama dilakukan oleh Poltekes Denpasar. Dan hasilnya sangat mencengangkan, dimana 92 persen siswa SD di Bali ternyata tidak makan sayur, buah, daging, dan ikan segar. Data ini terjadi karena faktor orang tua yang tidak telaten mengurusi anaknya dengan berbagai kesibukan yang ada.
Menurut Suarjaya, data ini baru merupakan survei awal. Pihaknya berencana akan melakukan survei secara menyeluruh untuk siswa SD di seluruh Bali agar memperoleh data yang lebih komprehensif untuk merumuskan berbagai kebijakan yang ada.
“Kami berencana akan melakukan survei secara menyeluruh untuk mengetahui data yang sebenarnya,” ujarnya.
Untuk sementara dengan mengacu pada data ini, pihaknya sudah berkoodinasi dengan stakeholder terkait, minimal sosialisasi tentang kesadaran hidup sehat, makan makanan yang sehat seperti sayur, buah dan ikan serta gaya hidup sehat untuk ditularkan kepada anak-anaknya.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku sangat terkejut dengan hasil survei yang dilakukan oleh dinas kesehatan tersebut.
“Sekarang belum terasa. Nanti 10 tahun yang akan datang, ketika anak-anak masuk dalam bonus demografi, maka anak kita akan menjadi remaja yang lemah, tertinggal, tidak punya semangat untuk hidup. Tidak akan mampu bersaing. Ini di Bali. Memang gizi buruk paling rendah di Indonesia, tetapi tetap 20 persen,” ujarnya.
Saat ini siswa yang menjadi sample itu masih usia SD. Sementara 10 tahun lagi mereka akan menjadi usia kerja, usia produktif, tetapi akan sangat lemah dan tidak berdaya berhadapan dengan kecepatan perubahan di dunia.
Pastika juga membeberkan fakta lain yang diamatinya sendiri. Ia melihat, anak SD beban terlalu banyak di sekolah. Siswa SD harus membawa tas yang berat ke sekolah.
“Anak-anak ini dibebankan, karena korban ambisi orang tuanya. Banyak orang tua yang ingin agar anaknya pintar. Akhirnya anak-anak harus ikut les privat. Anak SD terlalu bawa banyak buku ke sekolah, tasnya terlalu berat. Setelah pulang sekolah mereka tidak ada kesempatan bermain, waktunya habis untuk les. Ini karena ambisi orang tua,” ujarnya.
Kondisi ini bisa merusak usia bermain anak yang pada ujungnya akan berdampak secara psikologis. Lagi-lagi ini akan berdampak pada bonus demografi di usianya. (*)


