Penulis – Igo Kleden
NEGARA, The East Indonesia – Nasib apes kini dialami Ketua KSP Sedana Yoga, Ni Luh Sri Artini. Maksud hati ingin menguasai Sertifikat tanah Hak Milik No. 1726/Desa Manistutu seluas 5900 M2 atas nama I Putu Sarwa (alm) berbuntut dirinya dijebloskan ke tahanan lantaran diduga melakukan penipuan dan penggelapan atas sertifikat tanah tersebut.
Penahanan terhadap tersangka Ni Luh Sri Artini oleh Kejaksaan Negeri Jembrana di Rutan Klas II B Negara usai Penyidik dari Unit IV Subdit V Ditreskrimum Polda Bali melaksanakan pelimpahan tahap dua kepada Kejaksaan Negeri Jembrana pada Kamis (2/7/ 2020).
Kanit IV Subdit V Ditreskrimum Polda Bali, Bambang I Gede Artha membenarkan telah menyelesaikan tugas penyidikan dan telah melimpahkan berkasnya ke Pengadilan Negeri Negara.

“Iya betul berkas perkaranya sudah kita limpahkan ke Kejaksaaan Negeri Jembrana dan silahkan konfirmasi lebih lanjut ke pihak Kejaksaan Negeri Jembrana,” tegas Bambang.
Sementara Kasipidum Kejaksaan Negeri Jembrana, I Gede Gatot Hariawan, SH ketika dikonfirnasi terkait penahanan tersebut membenarkan pihaknya melakukan penahanan terhadap tersangka Ni Luh Sri Artini karena cukup alasan untuk dilakukan penahanan. Penahanan langsung dilakukan usai menerima berkas perkara tahap 2 dari Polda Bali.
Sementara di tempat terpisah, korban penipuan I Made Wirantara melalui Ketua Tim Kuasa Hukumnya, Yulius Benyamin Seran, SH membeberkan bahwa tersangka ditahan setelah melalui serangkaian tindakan Penyelidikan dan Penyidikan oleh Ditreskrimum Polda Bali berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/393/X/2019/Bali/SPKT tanggal 9-10-2019.
“Laporan polisi dibuat oleh klien kami pada Rabu, 9 Oktober 2019, di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali setelah terlebih dahulu melayangkan somasi berkenaan dengan penguasaan satu buku tanah asli Sertifikat Hak Milik No. 1726/Desa Manistutu seluas 5900 M2 tertulis atas nama I Putu Sarwa (alm) yang tidak lain adalah ayah kandung dari pelapor,” tegas Benyamin.
Sertifikat tersebut kemudian telah disita dari tangan tersangka sebagai barang bukti tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Lebih lanjut pengacara muda asal NTT ini menuturkan bahwa penguasaan sertifikat oleh tersangka dilakukan tanpa hak dan bahkan tersangka menolak mengembalikan kepada korban meskipun tersangka telah kalah dalam gugatan perdata hingga ke tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Republik Indonesia.
“Dari aspek perdata sendiri, kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang saat ini berbuntut penahanan terhadap Ketua KSP Sedana Yoga sudah ada putusan pengadilan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan itu menempatkan klien kami sebagai pihak yang menang dan tersangka di pihak yang kalah berdasarkan putusan pengadilan No. 1/Pdt.G.S/2016/PN.Nga tertanggal 6 Januari 2017,” papar Benyamin.
Putusan tersebut pada pokoknya menolak gugatan penggugat (tersangka) untuk seluruhnya karena dalil gugatan penggugat tidak terbukti. Justru dalam amar putusan itu terbukti sebaliknya bahwa penandatanganan Surat Pengakuan Hutang dan Perjanjian Kredit itu terjadi ketika korban berada dalam tahanan Rutan Klas II B Negara. Ini adalah penyalahgunaan keadaan atau kesempatan sehingga tergugat in casu korban sebagai salah satu pihak dalam perjanjian yang telah disepakati dalam keadaan tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Jadi seolah-olah perjanjian terjadi sepihak.
Hal ini terungkap dalam isi putusan No. 1/Pdt.G.S/2016/PN.Nga tertanggal 6 Januari 2017, halaman 3 dari 4, papar Benyamin Seran, pengacara yang selalu mendampingi korban dalam seluruh gugatan perdata hingga menang di tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
Lebih lanjut pria asal NTT ini menegaskan bahwa setelah tersangka kalah dalam gugatan pertamanya dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap, ia kembali melayangkan gugatan baru (jilid 2) dengan dalil yang sama dengan gugatan sebelumnya dengan sedikit modifikasi nilai hutang.
Namun sayangnya, lagi-lagi kandas. Tersangka kalah pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. MA kemudian mengabulkan Permohonan PK yang dimohonkan oleh Pemohon PK (red_korban) dengan membatalkan Putusan No.175/Pdt/2017/PT.Dps tertanggal 15 Desember 2017 juncto Putusan No. 47/Pdt.G/2017/PN.Nga tertanggal 18 Agustus 2017.
Mahkamah Agung pada tingkat PK berpendapat bahwa terhadap perkara a quo subyek dan obyeknya sama dengan perkara terdahulu, sehingga ne bis in idem.
Meskipun tersangka telah kalah dalam perkara perdata, namun tersangka tetap menolak menyerahkan sertifikat yang dikuasai olehnya bahkan disomasi pun tak digubris.
“Oleh karena itulah tersangka kita laporkan atas dugaan melakukan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP jo Pasal 372 KUHP. Alhasil Ketua KSP Sedana Yoga jadi tersangka dan sekarang ditahan. Kita akan terus mengawal proses hukum ini sampai tuntas agar hukum dan keadilan benar benar ditegakkan,” tutup Yulius Benyamin Seran pengacara muda yang terkenal tegas dan santun ini. ***


