Pilkada Belu 2020, Sentra Gakkumdu Sepakat Kasus Akulina Dahu Dihentikan

420

ATAMBUA, The East Indonesia – Dalam perhelatan Pilkada Belu tahun 2020 memiliki dinamika yang tinggi dimana hanya berhadapan 2 Pasangan calon (Paslon) di Kabupaten Belu yaitu Paslon Petahana (Paket Sahabat) melawan Paslon pendatang baru (Paket Sehati).

Usai pencoblosan Pilkada Belu 2020 itu, Akulina Dahu, seorang gadis desa yang baru saja lulus sarjana di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang pada Bulan Oktober 2020 lalu bersama 2 orang anggota KPPS Desa Nanaenoe, Kecamatan Nanaet Duabesi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Belu tepatnya tanggal 29 Desember 2020 karena dugaan pelanggaran Pemilu pada Pilkada Belu 2020.

Dalam konferensi pers akhir tahun 2020 di Aula Lantai I Mapolres Belu, Rabu (30/12/2020), Kapolres Belu, AKBP Khairul Saleh menjelaskan bahwa Akulina Dahu adalah pemilih yang menggunakan KTP luar Belu mencoblos di TPS 02 Desa Nanaenoe Tersangka CM adalah KPPS 05 yang berperan mengurus daftar hadir di pintu masuk TPS sedangkan tersangka PJ adalah KPPS 04 yang juga ketua KPPS yang berperan memberikan surat suara kepada pemilih.

Dikatakan, Akulina datang mencoblos menggunakan identitas KTP yang mana KTP tersebut adalah KTP lama yang bagian kop KTP masih tertulis Provinsi NTT, Kabupaten Belu. Padahal wilayah tempat tinggal Lina berdasarkan KTP tersebut merupakan wilayah Pemerintahan Kabupaten Malaka dengan alamat Fukanfehan, Desa Alas Utara, Kabupaten Malaka.

Sesuai pengakuan tersangka CM seperti termuat dalam laporan polisi, dirinya kurang teliti saat melayani tersangka AD. Ia baru mengetahui tersangka AD menggunakan KTP luar Belu setelah surat suara sudah dicoblos.

Dugaan tindak pidana ini menjadi temuan pengawas dan ditelusuri lebih lanjut oleh tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Hasil penelusuran, Gakkumdu menemukan ada unsur pidana pemilu yang dilakukan AD serta dua orang KPPS sehingga Gakkumdu merekomendasikan kasus itu ke Polres Belu.

Penyidik Polres Belu melakukan penyelidikan hingga tahap penyidikan. Setelah cukup bukti, penyidik menetapkan tiga orang tersangka.

“Setelah kita menerima laporan polisi, kami periksa saksi dan terlapor. Kemudian kami gelar perkara yang diikuti Gakumdu. Dari situ kita tetapkan tiga tersangka,” kata Kapolres.

Menurut Kapolres, tersangka AD dijerat dengan pasal 178 huruf c ayat 1, UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1 tahun 2015 tentang Penetapan Perpu 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati dan Pemilihan Wali Kota menjadi Undang-Undang dengan ancaman penjara paling singkat 36 bulan atau paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 36 juta atau paling banyak Rp 72 juta.

Kasus ini pun mendapat respon protes yang luar biasa dari masyarakat dimana beberapa komunitas masyarakat pun melakukan demo di depan Mapolres Belu karena dari tiga tersangka hanya Akulina Dahu yang ditahan sebagai tahanan Polres Belu.

Steven Alves Tes Mau selaku kuasa hukum Akulina Dahu pun mulai melakukan aksinya dalam membela kasus yang dialami kliennya.

Berbagai jalur penegakan hukum terus diupayakan oleh pengacara muda asli kabupaten Belu ini demi mendapatkan sebuah keadilan bagi Akulina Dahu.

Pria yang akrab disapa Even ini pun bersama beberapa pengacara lainnya menempuh salah satu jalurnya yaitu pra peradilan di Pengadilan Negeri Atambua.

Usaha-usaha hukum pun terus ditempuh dan akhirnya mendapatkan titik terang yaitu Sentra Gakumdu Kabupaten Belu sepakat kasus Dugaan Pelanggaran Pemilu yang melibatkan Akulina Dahu bersama dua KPPS lain dihentikan.

Ketua Bawaslu Belu Andreas Parera, Senin (25/01/2021) menerangkan bahwa Kasus Dugaan Pelanggaran Pemilu dihentikan berdasarkan hasil rapat Sentra Gakumdu Provinsi NTT pada, Kamis (14/01/2021).

Hasil rapat tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Sentra Gakumdu Kabupaten Belu pada, Senin (18/01/2021).

“Gakumdu sudah melakukan rapat koordinasi baik di tingkat pimpinan antara, Ketua Bawaslu, Kapolres, dan Kajari. Selain itu kami juga sudah melakukan rapat koordinasi di tingkat provinsi yaitu Bawaslu Provinsi NTT, Kapolda NTT, Kajati NTT. Setelah itu dipertegas lewat rapat koordinasi di tingkat Sentra Gakumdu Kabupaten Belu,” ungkap Andre Parera.

Dikatakan bahwa hasil rapat tersebut disepakati bersama untuk kasus Dugaan Pelanggaran Pemilu di TPS 02, Desa Nanaenoe, Kecamatan Nanaet Duabesi dihentikan. Sementara untuk teknis pelaksanaannya ada di pihak kepolisian.

“Dalam rapat itu disepakati untuk direkomendasikan penghentian kasus tersebut. Jadi kami hanya bisa merekomendasikan karena kewenangannya bukan di Gakumdu tapi di lembaga Kepolisian,” jelasnya.

Andreas menjelaskan bahwa alasan penghentian kasus berdasarkan hasil rapat koordinasi karena tidak cukup waktu penyelesaian berkas oleh penyidik Polres Belu berdasarkan petunjuk Jaksa.

“Jadi semua unsur sepakat karena tidak cukup waktu untuk menyelesaikan berkas berdasarkan petunjuk jaksa. Karena itu kita merekomendasikan untuk menghentikan kasus tersebut,” tuturnya.

Untuk diketahui, laporan resmi Bawaslu Belu ke Polres Belu tertanggal 18 Desember 2020 lalu. Sementara berdasarkan ketentuan pasal 480 UU Nomor 7 Tahun 2017, dan pasal 24 peraturan bersama ketua BAWASLU, KAPOLRI dan JAKSA AGUNG Nomor 5 Tahun 2020, Nomor 1 Tahun 2020, dan Nomor 14 Tahun 2020 menyatakan bahwa penyidik tindak pidana pemilihan menyampaikan hasil penyidikan disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 hari sejak diterimanya laporan. (Ronny)