ATAMBUA, The East Indonesia – Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) khususnya di Kabupaten Belu wilayah Perbatasan Negara Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste yang dikehendaki menjadi sentra baru ekonomi terus mengalami perkembangan yang signifikan.
Berdasarkan data ekspor PLBN hingga bulan Juli tahun 2023 ini, PLBN Motaain yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste menjadi PLBN dengan nilai ekspor tertinggi di seluruh PLBN yang ada di Indonesia.
Karena itu, dalam acara bisnis gathering yang digelar di PLBN Motaain bersama pihak Kementerian Perdagangan, Bea Cukai, Imigrasi, Bupati dan Wakil Bupati Belu serta para pelaku usaha Indonesia dan Timor Leste, Selasa (25/07/2023), disampaikan akan kerinduan masyarakat Belu khususnya pelaku usaha di Kabupaten Belu untuk mendapatkan bebas bea (pajak).
“Sejak dulu warga Belu rindu kawasan bebas bea seperti wilayah perbatasan di daerah lain. Mengingat Kabupaten Belu berbatasan darat dengan Negara Timor Leste yang menggunakan mata uang US Dollar,” demikian disampaikan drg. Valens Pareira yang juga anggota dewan pertimbangan Kadin Kabupaten Belu.
Ditambahkan, “Kawasan Bebas Bea ini sudah kami ajukan sejak saya masih menjabat Kepala Bappeda Belu. Dan akhirnya melalui perjuangan Gubernur NTT, mou tentang FTZ (kawasan bebas) sudah ditandatangani oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Timor Leste beberapa bulan lalu untuk FTZ Wini-Oecusse.”
Dovan panggilan akrab drg. Valens Pareira menerangkan bahwa dukungan terhadap pengembangan kawasan perbatasan dirintis sejak tahun 2010 dan syukurlah bahwa sekarang Belu telah memiliki bentangan jalan hotmix Sabuk Merah Perbatasan sepanjang lebih kurang 232,5 Kilometer yang membentang dari Motaain hingga Turuskain dan Motamasin di Malaka, ditambahkan lagi dengan 2 gerbang PLBN yang mewah PLBN Motaain dan PLBN Motamasin sebagai Pintu Utama Perbatasan RI RDTL.
“Semoga geliat ekonomi di tapal batas Belu Motaain akan lebih berkembang dimasa yang akan datang bahkan daratan Timor bisa menjadi mutiara selatan negara Indonesia, yang juga berbatasan dengan Australia” pinta mantan Kepala Bappeda Belu, drg. Valens Pareira.
Dipaparkan juga oleh dokter Valens Pareira bahwa pada beberapa kali acara bisnis gathering telah diajukan kepada pemerintah agar Pas Lintas Batas (PLB) tidak hanya berlaku 10 Kilometer tetapi sampai 30 Kilometer hingga ke dalam Kota Atambua.
Permintaan ini diinginkan agar bisa bermanfaat bagi pertumbuhan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat perbatasan kedua negara.
“Kita bahkan sudah mengajukan kepada pemerintah kedua negara pada beberapa kali acara bisnis gathering agar PLB tidak hanya berlaku 10 km ke radius negara Indonesia tetapi hingga 30 km sampai kota Atambua. Semoga cita-cita ini segera terwujud melalui pembicaraan intens Pemkab Belu, Pemerintah Pusat di jakarta dan Pemerintahan RDTL pimpinan PM Xanana Gusmao,” tutupnya.
Terkait dengan hal tersebut, Direktur Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, Padmoyo Tri Wikanto yang juga hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa kabupaten Belu bisa saja menjadi Kawasan Ekonomi Khusus atau kawasan bebas ataupun kawasan berikat.
“Pak Bupati sudah menggagas bahwa tidak terbatas di lintas batas tetapi di seluruh wilayah Kabupaten Belu. Kita akan lihat potensinya mulai dari investor, badan usaha, pelaku usaha, karakteristik komoditi yang mau dikembangkan apa? Itu bisa berupa pariwisata, pertanian, manufaktur, perkebunan dan lain sebagainya,” pungkasnya.
Lanjutnya, “Nah 20 daerah sudah dikembangkan . Tetapi itu juga masih berkembang. Sekitar 8 daerah yang sudah luar biasa memanfaatkan kawasan ekonomi khusus. Kita lihat di Gresik dan Smelter pengolahan emas, di Lido dengan pariwisatanya, di Mandalika juga dengan pariwisatanya. Belu mungkin nanti dengan perkebunan dan lintas batasnya bisa menjadi keunggulan daerah yang bisa dikembangkan.” (Ronny)


