
ATAMBUA, The East Indonesia – Kejaksaan Negeri Belu melakukan penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif ( Restorative Justice ) terhadap perkara tindak pidana umum (Penganiayaan) sebagaimana termaktub dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang terjadi di Jalan Raya Kakiba A, Dusun Kakiba A, Desa Dirma, Kecamatan Malaka Timur, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Restorative justice kasus tersebut dilaksanakan di Kantor Kejaksaan Negeri Belu, Jumat 01 Maret 2024.
Hadir dalam kegiatan tersebut yakni Kepala Kejaksaan Negeri Belu, Samiaji Zakaria, S.H., M.H., Jaksa Fungsional Bidang Pidum Kejaksaan Negeri Belu, Alfredo J.M. Manullang, S.H.,M.H., selaku Jaksa Fasilitator pada Kejaksaan Negeri Belu, tersangka beserta keluarga, Korban beserta keluarga dan Tokoh Masyarakat.
Kegiatan penyelesaian perkara secara restorative justice itu pun berlangsung secara sederhana diawali dengan ucapan terimakasih oleh Tokoh Masyarat kepada Kejaksaan Negeri Belu yang telah membantu proses penyelesaian perkara tersebut.
Lebih lanjut Kajari Belu membacakan dan menyerahkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ-35) Nomor: PRINT-108/N.3.13/Eoh.2/03/2024 tanggal 01 Maret 2024 atas nama Tersangka Petrus Hane Seran alias Paulus.
Pada kesempatan tersebut Kepala Kejaksaan Negeri Belu, Samiaji Zakaria, S.H., M.H., menyampaikan Restorative Justice yang dilakukan saat ini merupakan perkara ke 2 (dua) yang di RJ kan.
“Pelaksanaan Restorative Justice ini diberikan penghentian penuntutan dengan alasan Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka, Pihak Korban memaafkan perbuatan yang telah dilakukan Tersangka dan telah ada pemulihan hak-hak korban berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” tutur Samiaji Zakaria.
Selanjutnya Kajari Belu juga menyampaikan Restorative Justice ini merupakan komitmen Kejaksaan Negeri Belu untuk terus berinovasi dalam menjalankan tugasnya, sekaligus membuka peluang untuk pemahaman lebih mendalam tentang pendekatan hukum alternatif yang dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dalam penyelesaian perkara. Karena tidak semua perkara harus diselesaikan melalui jalur litigasi/penal.
Sejalan dengan yang telah disampaikan oleh Kajari Belu, Jaksa Fasilitator Alfredo J.M. Manullang, S.H.,M.H., juga menyampaikan bahwa saat ini telah terjadi pergeseran paradigma yang ditawarkan untuk menggantikan keadilan berbasis pembalasan (keadilan retributive ), yaitu gagasan yang menitikberatkan pentingnya solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat namun tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku yang dikenal dengan restorative justice atau keadilan restorative.
“Kami harapkan para pihak dapat mengambil pelajaran penting dari kejadian ini agar tidak mengulangi/melakukan tindak pidana di kemudian hari lagi,” pintanya.
Untuk diketahui bahwa perkara tersebut sejak awal sudah diinisiasi oleh Plh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Belu Shelter F. Wairata, S.H., sehingga kesepakatan penyelesaian perkara secara restorative justice dapat dilakukan.
Pelaksanaan proses perdamaian antara kedua belah pihak bersama keluarga oleh Jaksa Fasilitator ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Proses Perdamaian Berhasil (RJ-20).
Pelaksanaan Restorative Justice tersebut merupakan tindaklanjut dari persetujuan RJ yang diberikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I yang diwakili oleh Direktur TP.OHARDA Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I, dan Plt.Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Riono Budisantoso, S.H., M.A., melalui sarana video conference pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2024. (Ronny)
