Sengketa Pilkada Belu 2024 Segera Disidangkan MK, Paslon Serfas Manek Itu Hak Konstitusional dan Perlu Ada Kejujuran Dari Pihak Terkait

5516
Paslon Bupati nomor urut 3, Serfasius Serbaya Manek. Foto : dok - Rony

ATAMBUA, The East Indonesia – Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Belu tahun 2024 saat ini berada dalam masa menanti Persidangan Pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia.

Berdasarkan jadwal yang diperoleh sidang pendahuluan untuk perkara Pilkada Belu 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2025.

Atas proses hukum Pilkada Belu 2024 yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi tersebut, Serfasius Serbaya Manek, SE.,SH.,M.H.,CTL selaku Paslon Bupati nomor urut 3 memberikan tanggapannya.

“Prinsip hukum yang diatur di dalam UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan Aturan turunannya memberi ruang kepada Paslon yang tidak puas dengan penetapan hasil dan penetapan calon terpilih untuk dimohonkan di MK maka Permohonan sengketa Pilkada yang dimohonkan oleh paslon AT-AK (dr. Agustinus Taolin dan Yulianus Tai Bere) merupakan pemenuhan hak konstitusionalnya yang dijamin, pada fase ini tidak ada ruang perdebatan,” pungkasnya.

Serfasius Manek yang juga seorang kuasa hukum ternama di Jakarta menjelaskan bahwa objek sengketa yang dimohonkan di MK adalah Surat Ketetapan KPUD Kabupaten Belu baik itu SK tentang Penetapan Paslon, SK tentang Penetapan Nomor Urut Paslon, SK tentang Penetapan perolehan hasil Pilkada dan SK tentang Penetapan calon terpilih.

“Pada Fase ini KPUD Kabupaten Belu harus secara jujur dan bertanggung jawab memberikan jawaban atas dalil-dalil pemohon yang sifatnya adalah menguatkan alias membenarkan karena telah ada rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten Belu dan NTT bahwa ada pelanggaran administrasi oleh Paslon nomor 1, agar KPUD Belu secara institusional dan oknum-oknum Komisioner KPUD Belu secara perorangan diduga tidak berada dalam sekat kepentingan Paslon tertentu yang merugikan Paslon lain dan masyarakat Belu pada umumnya,” tegasnya.

Paslon Bupati nomor urut 3 pada Pilkada Belu 2024 ini pun mengingatkan bahwa KPUD Belu harus bersikap netral dalam memberikan jawaban terkait sengketa Pilkada Belu pada persidangan di Mahkamah Konstitusi.

“Kalau tidak maka ada potensi semua Komisioner KPUD Kabupaten Belu dilaporkan pelanggaran etik ke DKPP yang mana bila terbukti maka berpotensi dipecat semuanya. Ini akan menjadi preseden buruk dalam Pilkada Belu, juga berpotensi ikut menjadi terduga melakukan pidana pemilu minimal pasal turut serta alias 263 jo 266 jo 55 KUHP,” pinta Serfas Manek.

Pria kelahiran Atambua, 22 Juni 1972 ini kembali menegaskan bahwa rekomendasi Bawaslu Kabupaten Belu sudah diserahkan ke sentra Gakumdu Kabupaten Belu.

“Besar harapan kasus ini segera diekspos agar ada kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum bagi terlapor alias saudara VH alias Wakil Paslon satu, Paslon lain dan masyarakat Belu pada umumnya sehingga tidak berpotensi menimbulkan spekulasi tidak bertanggung jawab di ruang publik yang pada nantinya berpotensi merugikan semua masyarakat Belu,” ujarnya.

Mengingat bahwa proses persidangan Sengketa Pilkada Belu 2024 sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi, maka Paslon nomor urut 3 “Serius Akamsi” mengajak seluruh pendukung dari keempat Paslon tidak membuat narasi spekulatif yang mendahului putusan MK.

“Proses persidangan di MK sedang berlangsung alias belum ada putusan karena itu saya sebagai Paslon nomor 3 Serius Akamsi menghimbau kepada seluruh pendukung saya dan berkenan masyarakat Belu pada umumnya agar mari mengikuti bersama proses persidangan ini sampai ada putusan yang bersifat final dan mengikat oleh Majelis Hakim MK yang memeriksa, memutus dan mengadili perkara a quo. Hendaknya semua tim menahan diri untuk membuat narasi narasi spekulatif yang mendahului putusan MK,” tutur Serfasius Serbaya Manek.

Untuk diketahui bahwa dilansir iNewsAlor.id – Dugaan pelanggaran administrasi berupa pemberian keterangan yang tidak benar, dan Pemalsuan Dokumen mencuat dalam proses Pilkada Kabupaten Belu 2024 oleh Pasangan Calon Willybrodus Lay dan Vicente Hornai Gonsalves.

Anggota Bawaslu NTT, James Wilem Ratu, kepada media Jumat (20/12/2024), membenarkan adanya laporan tersebut, bahwa Vicente memberikan keterangan yang tidak benar tentang dirinya.

Vicente yang diketahui sebagai mantan narapidana, namun dalam dokumen tersebut, Vicente menyatakan dirinya tidak pernah terlibat dalam kasus pidana.

Sementara dalam putusan pengadilan, Vicenti (Vicente) Hornai Gonsalves tercatat dalam Putusan PN Atambua No. 186/PID/B/2003, terkait kasus membawa lari anak.

PKPU No. 10 Tahun 2023 menyebutkan bahwa mantan narapidana harus secara terbuka menyampaikan status mereka dalam bentuk deklarasi yang diumumkan di media massa.

James Wilem Ratu menyatakan bahwa Jika terbukti ini akan berdampak tidak kepada perorangan tetapi kepada pasangan calon.

Merujuk pada Pasal 45 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Mantan narapidana yang mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan memberikan keterangan tidak benar, termasuk memalsukan dokumen atau menyembunyikan status sebagai mantan napi, dapat dikenai sanksi Administratif Pembatalan Pencalonan, dan Didiskualifikasi jika pelanggaran diketahui setelah proses pemilu berjalan, calon tersebut dapat didiskualifikasi meskipun telah terpilih.

Selain itu, juga dikenakan Sanksi Pidana, dimana Mantan napi yang memalsukan dokumen atau memberikan keterangan palsu dapat dijerat dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman Hukuman penjara maksimal 6 tahun jika terbukti melakukan pemalsuan dokumen resmi.(Rony)