DENPASAR, The East Indonesia – Nuanu City, sebuah kawasan kota kreatif yang terletak di pingir pantai Nyanyi persis di Jl. Galiran, Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Nuanu City dibangun di atas lahan seluas 44 hektar, Nuanu City dikembangkan sebagai ekosistem terpadu yang mengutamakan keseimbangan antara lingkungan dan pembangunan. Namun, di balik kemegahan dan kemewahan kawasan yang berisi resort mewah dan restoran Nuanu City, kini muncul kabar mengangetkan.
PT Wooden Fish Village, perusahaan di balik proyek ini, tengah menghadapi gugatan hukum dari PT Semesta Konstruksi Persada. “Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Tabanan,” cetus Jimmi Jefri Daniel Saragih, di Denpasar, Minggu (23/2/2025).
Sang Kuasa hukum memyatakan, penggugat menuntut pembayaran atas sejumlah pekerjaan konstruksi yang telah dilakukan tetapi belum dibayar oleh tergugat. Gugatan ini mencakup beberapa proyek utama seperti Proyek Ifarm dan Willow yang terdiri dari konstruksi arsitektural, struktur, elektrikal, serta drainase.
”Sejumlah pekerjaan tambahan (Variation Order) yang disebut telah disepakati tetapi tidak mendapatkan kejelasan pembayaran,” lagi kata Jimmi.
Dalam dokumen gugatan sebagaimana yang disampaikan Jimmi, disebutkan nilai tunggakan yang belum dibayarkan mencapai Rp 5, 32 miliar.
Beberapa proyek yang menjadi dasar klaim ini meliputi Proyek Willow Structural senilai Rp 1,54 miliar, Proyek Willow Architectural senilai Rp 90,9 juta, Variation Order Structural senilai Rp 1,80 miliar, Proyek Ifarm senilai Rp 1,26 miliar, dan pengembalian dana dari Agus Noble senilai Rp 610 juta.
Selain itu, PT Semesta Konstruksi Persada juga mengklaim adanya intervensi teknis yang menyebabkan keterlambatan pekerjaan serta perubahan dalam kesepakatan penggunaan material yang berdampak pada biaya tambahan.
Kasus ini semakin memanas dengan adanya tuduhan pencemaran nama baik terhadap PT Semesta Konstruksi Persada.
Penggugat mengklaim bahwa CFO PT Wooden Fish Village, Mickael Maxant, telah menyebarkan informasi yang merugikan reputasi perusahaan dalam grup WhatsApp internal dan pertemuan proyek.
Atas dasar gugatan ini, PT Semesta Konstruksi Persada menuntut pembayaran total sebesar Rp 30,32 miliar, yang terdiri dari kerugian material sebesar Rp 5,32 miliar akibat tunggakan pembayaran proyek.
Sedangkan kerugian imateril sebesar Rp. 25 miliar akibat terganggunya operasional dan reputasi perusahaan.
Sementara PT Wooden Fish Village dengan menyatakan pihaknya tegas berpegang pada fakta bahwa PT Wooden Fish Village (Nuanu) telah memenuhi seluruh kewajiban sesuai dengan perjanjian konstruksi, termasuk pembayaran kepada PT. Semesta Konstruksi Persada (kontraktor).
“Namun, kontraktor gagal memenuhi kewajibannya, yang mengakibatkan keterlambatan konstruksi dan kerugian finansial bagi kami, ditambah dengan kerusakan reputasi terhadap kami atas yang dilakukan kontraktor dengan pemberitaan ini,” kata Novi Dwi Jayanti, Direktur PT Wooden Fish Village seperti dikutip media ini dari radarbali.id Selasa (25/02/2025)
Namun kami percaya pada sistem hukum di Indonesia untuk memberikan kejelasan dalam perkara ini.
Oleh karena itu, kami telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan laporan resmi ke Polda Bali sebagai upaya kami mencari keadilan.
“Prioritas kami tetap pada penyelesaian proyek-proyek berkualitas tinggi dengan integritas serta memastikan keadilan dalam setiap transaksi bisnis,” kata Novi Dwi Jayanti, Direktur PT Wooden Fish Village (*)


