Pertemuan AJI Kupang dan Pena Batas Bahas Kode Etik, Profesionalisme Hingga Singgung Kekerasan Terhadap Jurnalis di Perbatasan RI-RDTL

197
AJI Kupang dan Pena Batas RI-RDTL kolaborasi gelar diskusi publik dibawah tema Wartawan Profesional Patuhi Kode Etik dan Junjung Tinggi Profesi

ATAMBUA, The East Indonesia – Aliansi Jurnalis Independen atau AJI terus melakukan perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers.

Selain itu, AJI juga terus meningkatkan profesionalisme jurnalis sehingga para pekerja jurnalis di Indonesia selalu menjalankan tugas jurnalistik dengan tetap berpedoman pada kode etik dan menjunjung tinggi profesi jurnalis.

Karenanya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kupang berkolaborasi dengan organisasi Persatuan Jurnalis Belu Perbatasan (Pena Batas) Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste (RI-RDTL) menyelenggarakan diskusi publik bertema Wartawan Profesional Patuhi Kode Etik, Junjung Tinggi Profesi.

Kegiatan sehari ini berlangsung di Aula Hotel Nusantara 2, Atambua, Kabupaten Belu, Jumat, 20 Juni 2025.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua AJI Kupang, Djemi Amnifu dengan menghadirkan beberapa narasumber antara lain Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung (secara daring) dan Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Abdul Manan (secara daring).

Dalam kesempatan itu hadir juga Kasie Humas IPDA Agus Haryono, S.H., serta Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Belu, Fredrikus L. Bere Mau.

Ketua AJI Kupang, Djemi Amnifu dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa AJI secara konsisten mendorong seluruh jurnalis di Indonesia untuk bekerja secara profesional, independen, dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.

“AJI Kupang sangat mendorong kerja-kerja jurnalis di Belu Perbatasan Indonesia dan Timor Leste dalam menjalankan fungsi kontrolnya, sehingga kepercayaan publik terhadap seorang jurnalis tetap terjaga,” pungkasnya.

Ketua AJI Kupang juga sangat menyoroti persoalan nyata yang dihadapi Jurnalis khususnya di Kabupaten Belu terkait kekerasan terhadap Pers.

“Di Kabupaten Belu tingkat kekerasan terhadap jurnalis itu sangat tinggi. Dalam empat tahun terakhir, itu ada sekitar 4 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Belu dan total 11 kasus di NTT,” urainya.

Ditambahkan, “Ini sudah masuk pada level bahaya untuk kerja-kerja kita (Jurnalis). Padahal kita dalam menjalankan tugas ini dilindungi oleh undang-undang. Dalam banyak kegiatan kita jurnalis disebut sebagai pilar keempat tetapi pada kenyataannya perlakuan terhadap kita tidak seperti itu”.

Ketua AJI Kupang juga sangat menyayangkan dengan adanya oknum-oknum wartawan yang mengatasnamakan wartawan dan mengabaikan kerja-kerja profesional, orientasinya itu untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

“Ini mencederai marwah profesi yang sangat mulia ini. Kedepan tugas kita bersama-sama untuk melawan teman-teman yang bekerja tidak profesional atau kita sebut wartawan abal-abal, kegiatan ini bagian dari pernyataan AJI untuk melawan kerja-kerja wartawan abal-abal di daerah ini,” tegasnya.

Ketua AJI Kupang, Djemi Amnifu menerangkan bahwa dari kegiatan ini akan direkomendasi kepada AJI Indonesia untuk terus memberikan perhatian pada jurnalis yang bekerja di Belu daerah Perbatasan Negara, baik melalui perlindungan hukum maupun peningkatan kapasitas jurnalistik secara berkala.

“Hari ini juga bagian dari pernyataan AJI untuk melawan kerja-kerja wartawan abal-abal di daerah ini,” tegasnya. ***(Ronny)