Koster Tegaskan Tak Ada Toleransi untuk Gangguan terhadap Desa Adat di Bali

198
FOTO : Gubernur Wayan Koster saat memberikan sambutan dalam rapat paripurna wisma utama kator gubernur Bali, Senin 28/7/2026.

DENPASAR, The East Indonesia – Belakangan ini Bali dihebohkan dengan berbagai isu, mulai dari pembangunan ilegal, hingga polemik terkait desa adat.

Kali ini Gubernur Wayan Koster soroti terkait polemik antara desa adat dan Majelis Desa Dat (MDA). Koster mengakui saat ini ada pihak yang coba menganggu keberadaan desa adat.

Hal tersebut disampaikan Wayan Koster dalam rapat paripurna wisma utama kator gubernur Bali, Senin 28/7/2026.

“Tau saya. Faktor eksternal yaitu pengaruh ajaran asing, sampradaya asing yang merusak desa adat, ini yang kita harus hadapi bersama-sama”,

Koster juga mengingatkan, keberadaan desa adat dibali sudah sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Terlebih lagi desa adat di bali memiliki nilai historis dan sosiologis yang sangat kuat sehingga penting untuk diperkuat dengan Perda serta anggaran.

“Saya tau untuk merontokkan Bali mudah satu titik desa adat”,

Lebih lanjut, Koster menegaskan dirinya tidak memberi sedikitpun ruang atau toleransi bagi siapa saja yang mencoba menggangu keberadaan desa adat dibali.

“Kita pertaruhkan jiwa raga kita untuk desa adat. Jangan coba-coba ada yang terpengaruh oleh ini itu”, tegasnya

Sebelumnya desa adat dibali jauh dari perhatian pemerintah. Baru dibawah pemerintahan Gubernur, Ida Bagus Mantra, mulai ditertibkan dengan peraturan daerah (perda) nomor 3 tahun 2003 yang kini mengalami beberapa perubahan Perda Bali menjadi nomor 4 tahun 2019.

Adanya Perda Bali Nomor 4 Tahun 2019 menjadi penguat eksistensi keberadaan desa adat di Bali dan pemprov Bali telah menganggarkan dana untuk desa adat Bali sebesar Rp300 juta per desa adat.

Usai mendapatkan kedudukan, desa adat adat di bali menjadi satu-satunya provinsi diindonesia yang keuangannya sudah masuk ke akun rekening kementrian dalam negeri.

“Satu-satunya provinsi yang diindonesia yang memiliki aku desa adat keuangannya hanya dibali”,

Ia juga sangat menyayangkan ada pihak yang mencoba adu domba desa adat dengan Majelis Desa Adat (MDA).

Meski belum sempurna lanjutnya, namun kemajuan saat ini dinilai lebih bagus dari sebelumnya. “Bahwa ada yang kurang-kurang sedikit, iya. Belum sempurna, iya. Tapi kondisi sekarang sudah jauh lebih bagus daripada situasi sebelumnya,” ujarnya.

Menyikapi polemik tersebut, Koster mengajak anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali untuk mengelola perbedaan pendapat tanpa ada polemik terbuka di ruang publik. Bagi Koster, polemik desa adat yang muncul ke publik berdampak negatif terhadap desa adat di Bali.(T007)