SINGARAJA – Malam itu Puri Ageng Blahbatuh di Gianyar berpendar oleh cahaya lampu yang lembut menyinari pekarangan di bagian dalam kompleks istana yang sudah ada sejak abad ke-14 lalu. Adalah Marsda TNI (Purn.) Gita Amperiawan, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PT DI), yang hari itu (15/10/2025) menerima Lencana Kehormatan dari Puri Ageng Blahbatuh – salah satu puri tertua dan paling berpengaruh di Bali, bagian dari Paiketan Puri-Puri Se-Jebag Bali (P3SB) yang menaungi 13 puri di seluruh Pulau Dewata.
Penyematan lencana oleh Anak Agung Ngurah Alit Kakarsana, penglingsir Puri Ageng Blahbatuh, bukan sekadar seremoni. Itu adalah tanda penerimaan: bahwa seorang tokoh dari dunia teknologi dan aviasi telah diakui sebagai bagian dari keluarga besar Bali.
“Kami memberikan lencana ini sebagai simbol bahwa Pak Gita kini sudah menjadi bagian dari keluarga Puri Ageng Blahbatuh dan keluarga besar dari Puri-puri Se-Jebag Bali,” ujar AA Ngurah Alit Kakarsana.
Acara ini disaksikan sejumlah penglingsir yang tergabung dalam Paiketan Puri-Puri Se-Jebag Bali (P3SB). Di antaranya Sekretaris P3SB Anak Agung Ngurah Ugrasena, yang juga Penglingsir Puri Agung Singaraja, Buleleng, lalu Anak Agung Ngurah Gede Puja Utama, Penglingsir Puri Agung Kerambitan. Serta Cokorda Gede Dibya, Penglingsir Puri Petak di Gianyar dan Anak Agung Ngurah Juli Artawan, Penglingsir Puri Anyar Tabanan. Tampak hadir Dirut PT BIBU Panji Sakti Erwanto Sad Adiatmoko.
Ada sesuatu yang indah ketika tradisi adat dan budaya bertemu inovasi. Di satu sisi berdiri puri yang menyimpan pusaka peradaban, di sisi lain hadir tokoh yang memimpin lembaga pelopor kedirgantaraan nasional.
Dalam pandangan Anak Agung Ngurah Ugrasena, Sekretaris P3SB sekaligus Penglingsir Puri Agung Singaraja, penyematan itu memiliki makna simbolis yang dalam.
“Kami menyambut siapa pun yang bekerja dengan hati untuk bangsa. Apa yang dilakukan PT DI, membangun kemandirian udara Indonesia, sejatinya adalah bagian dari dharma Bali: ngayah untuk negeri,” ujar Ugrasena.
Sementara bagi Marsekal Gita, lencana itu menjadi pengingat bahwa teknologi tanpa budaya adalah kosong; kemajuan tanpa akar adalah kehilangan arah. “Saya merasa sangat tersanjung atas kehormatan ini. Lencana ini bukan hanya penghargaan pribadi, tapi amanah agar saya terus berbuat untuk Bali dan bangsa. Bahwa kemajuan harus berjalan beriringan dengan kearifan lokal,” katanya, dengan nada bergetar. Momen itu seakan menegaskan: teknologi yang luhur adalah teknologi yang berbudaya.
Seperti diketahui bahwa PT DI terlibat dalam pembangunan Bandara Internasional Bali Utara yang diprakarsai oleh PT BIBU Panji Sakti. Kehadiran bandara tersebut – letaknya di pesisir Kubutambahan, Buleleng – bukan hanya tentang membangun infrastruktur penerbangan baru, tetapi juga tentang mendistribusikan keseimbangan pembangunan, menghadirkan kehidupan ekonomi baru di wilayah utara Bali yang selama ini tertinggal.
Bandara internasional tersebut sudah resmi tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029. Perpres ini disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas dan ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 10 Februari 2025 lalu. Sedangkan kerjasama PT DI dan PT BIBU Panji Sakti sudah dikukuhkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) pada 13 September 2025 lalu di Kantor PT BIBU yang berlokasi di Kubutambahan, Kabupaten Buleleng.
Bandara ini, dirancang selain sebagai terminal penerbangan internasional, juga akan menjadi hub industri dirgantara nasional. PT DI akan menjadikan bandara tersebut sebagai panggung untuk menghadirkan produk-produk unggulan seperti CN-212i, CN-235, dan yang paling mutakhir, N219 Amphibi.
“Kami ingin Bandara Bali Utara menjadi rumah bagi karya anak bangsa – tempat di mana pesawat buatan Indonesia terbang dari tanah Indonesia sendiri,” ujar Erwanto Sad Adiatmoko, Direktur Utama PT BIBU Panji Sakti.
Nantinya, bandara di Bali Utara itu – sebagai hub dirgantara nasional – akan mempertontonkan pesawat N219 Amphibi, pesawat yang 100 persen buatan anak bangsa yang mampu lepas landas dan mendarat di air maupun di darat — sebuah solusi tepat bagi negeri kepulauan seperti Indonesia. Dengan demikian pesawat ini tidak tergantung sepenuhnya pada runway darat yang memerlukan konstruksi mahal dan pemeliharaan intensif. Pesawat ini juga akan berperan dalam membuka akses udara untuk daerah-daerah terpencil, pulau kecil. Dengan kata lain dapat meningkatkan fleksibilitas operasional dalam penerbangan perintis, SAR, patroli maritim, dan pengiriman logistik ke pulau-pulau terluar.
Kehadiran PT DI di Bandara Internasional Bali Utara juga membangun ekosistem kedirgantaraan terpadu. PT DI akan berperan sebagai AMTO (Aircraft Maintenance Training Organization) dan MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) di kawasan bandara — menyediakan pelatihan dan layanan perawatan pesawat berstandar internasional.
Lebih jauh, kata Marsekal Gita, PT DI juga akan membuka sekolah aviasi di Bandara Letkol Wisnu, Buleleng. “Sekolah ini akan mencetak tenaga lokal yang terampil — teknisi, mekanik, dan insinyur muda Bali — yang kelak akan memperkuat SDM di Bandara Internasional Bali Utara dan ekosistem kedirgantaraan Indonesia,” ujarnya.***