ATAMBUA, The East Indonesia – Kapolres Belu, AKBP I Gede Eka Putra Astawa, S.H.,S.I.K bersama aparat gabungan Kodim 1605/Belu dan Satuan Brimob Polda NTT Batalyon A Pelopor Atambua bersama instansi pemerintah dan Pihak Pengadilan Negeri Kelas IB Atambua diserang menggunakan Bom Molotov, Petasan dan Batu oleh sekelompok warga yang diduga para tergugat dan yang tinggal diatas lahan Alm Maria Magdalena Rusmina dan alm Camilus Mau.
Kejadian anarkis ini dilakukan saat Polres Belu, Kodim 1605 Belu, Satuan Brimob Polda NTT Batalyon A Pelopor Atambua bersama Pengadilan Negeri Kelas IB Atambua dan pihak Pemerintah Terkait saat menjalankan tugas Negara untuk menjunjung Putusan tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saat itu, Jumat, 5 Desember 2025, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang dibantu oleh personel TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Belu sedang mengawal dan mengamankan jalannya proses eksekusi tanah sengketa yang terletak di Halifehan, Kelurahan Tenukiik, Kecamatan Kota Atambua dan di Jalan Lilin, Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu.
Pada Pelaksanaan eksekusi Tanah dititik pertama di Jalan Lilin, Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu berjalan cukup dramatis karena adanya perlawanan dari pihak tergugat di lapangan.
Soal perlawanan di lapangan oleh para tergugat atau yang tinggal diatas lahan Alm Maria Magdalena Rusmina dan alm Camilus Mau menyatakan bahwa pihaknya menolak eksekusi sebab PN dinilai tidak melaksanakan konstatering dan sita eksekusi.
Para tergugat atau yang tinggal diatas lahan Alm Maria Magdalena Rusmina dan alm Camilus Mau membakar ban mobil dan melintangkan kayu di jalan yang membuat pergerakan eksekusi terhalang.
Negosiasi antara aparat keamanan dan pihak tergugat pun dilakukan langsung oleh Kapolres Belu terlihat gagal.
Kapolres Belu, AKBP I Gede Eka Putra Astawa, S.H.,S.I.K yang secara humanis berupaya melakukan negosiasi dengan beberapa tergugat dan Kuasa Hukum tergugat.
Bersamaan dengan itu Panitera Pengadilan Negeri Kelas IB Atambua, Marthen Benu, SH,MH juga akan memberikan arahan.
Sementara saat itu, Excavator yang hendak digunakan untuk operasi eksekusi Tanah dilokasi tersebut belum diturunkan dari mobil Tronton.
Akan tetapi niat baik Kapolres Belu yang sedang berbicara dengan baik bersama beberapa tergugat dan Kuasa Hukum tergugat harus mengalami nasib tragis yang langsung secara spontan menghujani Batu kearah Aparat.
Setelah batu berterbangan kearah Kapolres Belu dan aparat lainnya, diduga para tergugat dan beberapa warga menyalakan petasan dan membuang banyak bom molotov untuk menyerang Aparat yang sedang menjalankan tugas Negara.
Kapolres Belu, AKBP I Gede Eka Putra pun langsung dilarikan oleh personilnya ke tempat yang aman.
Selain itu, bom molotov pun diarahkan ke sebuah mobil tangki damkar dan nyaris terbakar.
Namun saat pengemudi ingin melarikan mobil damkar tersebut, aksi anarkis dari diduga para tergugat dan beberapa warga melayang di kaca pintu depan mobil damkar hingga pecah.
Aksi brutal dari diduga para tergugat dan beberapa warga ini pun mengakibatkan Panitera Pengadilan Negeri Kelas IB Atambua, Marthen Benu, SH,MH harus mengalami luka serius di Kepala dan KBO Samapta Polres Belu, IPTU Asep Ruspendi yang mengalami luka serius terutama didekat area matanya.
Setelah melancarkan serangan-serangan dengan batu, petasan dan Bom Molotov yang akhirnya sampai ada korban maka aksi ini pun berangsur tenang.
Atas kejadian ini Panitera Pengadilan Negeri Kelas IB Atambua, Marthen Benu, SH,MH telah membuat laporan resmi ke Polres Belu dengan dugaan pelakunya beberapa orang yang terekam jelas pada video rekaman kamera amatir.
Menindaklanjuti kejadian dan laporan tersebut, Kapolres Belu, AKBP I Gede Eka Putra Astawa, S.H.,S.I.K melalui Kasat Reskrim, AKP Rio Renaldy Panggabean, S.Tr.K, S.I.K, M.H saat dikonfirmasi media ini Selasa, 9 Desember 2025 mengungkapkan bahwa para pelaku anarkis dalam pengamanan eksekusi Tanah di Halifehan, Kelurahan Tenukiik, Kecamatan Kota Atambua dan di Jalan Lilin, Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu akan dikenakan pasal 170 KUHP.
Yang mana untuk diketahui Pasal 170 KUHP mengatur tindak pidana pengeroyokan atau kekerasan bersama-sama di muka umum, dengan ancaman hukuman bervariasi tergantung akibatnya: paling ringan pidana penjara 5 tahun 6 bulan (jika hanya kekerasan terhadap orang/barang), menjadi 7 tahun jika mengakibatkan luka berat, dan paling berat 12 tahun jika menyebabkan kematian. Hukuman ini berlaku jika kekerasan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara terang-terangan terhadap orang atau barang.
“Sementara 170 KUHP,” ungkap Kasat Reskrim Polres Belu melalui pesan WhatsApp.
Pihak Kepolisian Resort Belu juga saat ini sedang melakukan rangkaian penyelidikan terkait kasus tersebut.
Untuk diketahui, Pengadilan Negeri Kelas IB Atambua mengeluarkan surat pemberitahuan eksekusi riil tanah sengketa yang terletak di Halifehan, Kelurahan Tenukiik, Kecamatan Kota Atambua dan di Jalan Lilin, Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu.
Surat tersebut berkop Mahkamah Agung Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Pengadilan Tinggi Kupang, Pengadilan Negeri Atambua bernomor 1445/PAN PN.W26-U10/HK2.4/XII/2025 adalah tentang Pemberitahuan eksekusi riil/Pengosongan.
Surat pemberitahuan eksekusi ini dikeluarkan pada 1 Desember 2025 ditandatangani Panitera Marthen Benu,SH,MH atas nama Ketua Pengadilan Negeri Atambua Kelas IB.
Eksekusi riil oleh PN Atambua ini menindaklanjuti surat permohonan eksekusi pada tanggal 15 Agustus 2019 terhadap putusan PN Atambua yang diajukan Damianus Maksimus Mela melalui kuasanya Ferdinandus E.T Maktaen, SH.
Juga berdasarkan surat Kapolres Belu nomor B/1209/XII/PAM.3/2025/Polres Belu tanggal 12 November 2025 tentang kesiapan pengamanan eksekusi serta penetapan Ketua Pengadilan Negeri Atambua nomor 4/Pen.Pdt.Eks/2025/PN Atb tanggal 18 November 2025 tentang pelaksanaan eksekus riil dan surat kesanggupan pemohon eksekusi.
Untuk diketahui juga bahwa sebelumnya diberitakan, Ferdi Maktaen, SH selaku Kuasa Hukum dari Damianus Maximus Mela menjelaskan tentang awal perkara ini yang mana semasa hidup almarhum Camilus Mau dan almarhum Maria Magdalena Rusmina memiliki beberapa bidang tanah termasuk lahan di Halifehan, Kelurahan Tenukiik, Kecamatan Kota Atambua dan di Jalan Lilin, Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu yang disengketakan.
Camilus Mau dan Maria Magdalena Rusmina adalah suami -istri yang sah menurut hukum yang menikah pada tahun 1941 silam.
Namun dalam perkawinannya, mereka tidak dikaruniai anak, sehingga memutuskan untuk mengadopsi anak yakni Petrus Bere Lesu dan Cecilia Ili Mali.
Pada tanggal 10 juni 1978 Camilus Mau menghembuskan napas terakhir, namun Petrus Bere Lesu dan Cecilia Ili Mali tetap menjadi anak yang di pelihara oleh Maria Magdalena Rusmina;
Kemudian untuk kepentingan Maria Magdalena Rusmina, maka setelah Camilus Mau meninggal sekitar tahun 1979, Maria Magdalena Rusmina meminta kepada orang tua kandung dari Damianus Maximus Mela agar Maria Magdalena Rusmina yang menjadi pengasuh terhadap anak (Damianus Maximus Mela) yang baru dilahirkan, sehingga pada tahun 1980, Damianus Maximus Mela diantar ke rumah Maria Magdalena Rusmina untuk diasuh, maka secara adat Lamaknen yang di kenal dengan GOLGALIKA, Damianus Maximus Mela diangkat menjadi anak, yang mana segala kebutuhan hidup Damianus Maximus Mela di tanggung oleh Maria Magdalena Rusmina layaknya anak kandung.
Sebelum Maria Magdalena Rusmina Meninggal Dunia pada tanggal 21 Februari 1992, maka semua surat-surat penting termasuk sertifikat Hak milik lahan di kelurahan Tenukiik Kecamatan Kota Atambua di serahkan kepada Cecilia Ili Mali.
Selanjutnya pemeliharaan terhadap Damianus Maximus Mela dilanjutkan oleh Cecilia Ili mali.
Sedangkan Petrus Bere Lesu telah kembali ke Lamaknen dan kemudian meninggal di sana tanpa ada keturunan.
Pada tanggal 11 November 2011, Cecilia Ili Mali pun meninggal dunia tanpa keturunan, oleh karena Cecilia Ili Mali tidak pernah memiliki suami.
Namun sebelum Cecilia Ili Mali, meninggal dunia, dirinya menyerahkan semua dokumen-dokumen berkaitan dengan kepentingan dari almarhum Maria Magdalena Rusmina, seperti surat-surat, sertifikat hak milik yang ada di kelurahan Tenukiik Kecamatan Kota Atambua diserahkan kepada Damianus Maximus Mela.
Setelah meninggalnya Cecilia Ili Mau, Damianus Maximus Mela sebagai ahliwaris dari Maria Magdalena Rusmina berupaya untuk melakukan pembicaraan secara baik-baik dengan semua warga yang tinggal diatas lahan tersebut.
Namun usaha dari Damianus Maximus Mela ini sia-sia dan malah ditentang oleh warga di lahan yang tinggal diatas tanah Maria Magdalena Rusmina sebagai pemilik tanah yang sah.
Karenanya Damianus Maximus Mela sebagai ahli waris dari alm Maria Magdalena Rusmina dan alm Camilus Mau pun terdorong meminta keadilan hukum atas restu Leluhur, Tuhan dan Alam. (Ronny)


