21 UKM Jadi Korban Penipuan Pameran di Acara ISO COPOLCO

432

Denpasar – Sebanyak 21 UKM dari berbagai daerah di Indonesia menjadi korban penipuan sebuah event berskala internasional bernama ISO COPOLCO Plenary Meeting dan Kongres Nasional Perlindungan Konsumen Tahun 2018 Tentang Perdagangan Barang dan Jasa Online. Acara sesungguhnya sudah digelar di Nusa Dua Bali dari tanggal 7-11 Mei 2018. Acara tersebut mengundang puluhan UKM yang memproduksi berbagai jenis kerajinan untuk ikut mengisi stand pameran yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center oleh sebuah event organiser (EO) dari PT Segara International Development yang berkedudukan di Jakarta.

Salah satu peserta pameran dari Green Diorama yang memproduksi miniatur alam dan diorama, Oyik Choiryah Abror menjelaskan, badan usahanya mengikuti pameran di Nusa Dua Bali melalui EO PT Segara. Dirinya mendaftar tanggal 25 Maret yang katanya akan ditutup pada tanggal 26 Maret. Tetapi ternyata sampai dengan April 2018, pendaftaran masih dibuka.

“Ini kejanggalan pertama. Katanya sudah tutup. Tetapi karena ada teman saya yang mau ikut, saya coba konfirmasi, dan ternyata masih dibuka. Sepertinya karena pesertanya terlalu sedikit,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (18/5).

Menurutnya, pihaknya baru menerima bahwa acara itu tidak jadi atau dibatalkan pada H-7. Ini sangat mendadak.

“Kami ini sudah jauh-jauh dari Malang, mempersiapkan segala sesuatunya, dan semuanya menggunakan biaya,” ujarnya.

Menurutnya, perusahaannya mendapatkan tempat di outdoor dengan luas stand pameran hanya 3×3 meter, tanpa meja, tanpa istrik. Perusahaannya harus mempersiapkan segala sesuatunya. Dan ini semua butuh biaya.

“Saya membayar biaya sewa Rp 5 juta karena outdoor. Sementara ada UKM lain yang harus merogoh kocek Rp 15 juta untuk yang indoor. Itupun tanpa persiapan sarana yang lengkap. Hanya diberi batas karpet. Jadi properti harus dibangun sendiri,” ujarnya.

Setelah terjadi pembatalan, pihaknya hanya menginginkan pengembalian uang pendaftaran. Tidak ada tuntutan yang lebih.

“Tapi EO malah menantang, dan mempersilahkan para peserta melayangkan proses hukum,” ujarnya.

Sementara owner New Collection Legian dari Sanggar Kerajinan Tangan Nusantara Arif Simbara mengatakan,  perusahaannya harus membayar biaya sewa Rp 15 juta karena mendapatkan tempat di dalam ruangan. Namun karena panitia tidak menyiapkan apa-apa, maka perusahaannya harus merogoh kocek sekitar Rp 50 juta untuk membangun stand dan properti lainnya. Jadi totalnya Rp 65 juta. Belum lagi biaya operasional lainnya.

“Saya daftar tanggal 18 Maret. Biaya sewa stand sudah saya transfer. Tetapi akhirnya pameran tidak jadi. Saya minta uang pendaftaran dikembalikan saja. Tidak lebih. Namun kami diberi alasan katanya masih dalam proses hukum,” ujarnya.

Menurutnya, dari total peserta itu hanya sekitar 21 peserta untuk acara berkelas internasional tersebut. Dari jumlah itu, ada yang membayar Rp 5 juta dan ada yang membayar Rp 15 juta. Sebenarnya kalau EO mau mengembalikan uang pendaftaran, jumlahnya tidak mencapai Rp 200 juta.

“Tetapi kalau kami mau menghitung, uang yang dikeluarkan bukan hanya untuk membayar biaya pendaftaran saja. Setiap UKM yang sudah daftar pasti mengeluarkan banyak uang untuk persiapan. Itu minimal, paling rendah Rp 10 sampai 20 juta. Itu paling sedikit. Apalagi teman-teman yang dari luar Bali. Mereka harus berproduksi lebih banyak, biaya tiket, hotel, makan minum, bangun stand dan sebagainya. Total biaya yang dikeluarkan pasti besar. Kalau mau ditotal kerugian bisa mencapai lebih dari Rp 1 miliar,” ujarnya.(*)

Laporan : Axelle Dhae