Saturday, December 6, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Ida Bhagawan Agra Sagening: Hatur Pawungu Kepada Sulinggih, Sebuah Kewajiban Meluruskan Dharma .

TABANAN, The East Indonesia – Sulinggih Hindu Dharma Indonesia baik Wiku, Ida Mpu, Ida Bhagawan, Ida Pedanda, Rsi Agung dan sulinggih lainnya yang sampun meraga suci, menjalankan kesucian dan disucikan (di-Trijati), tidak boleh ikut berpolitik praktis, tidak cari nama, tidak cari popularitas, hanya mengenal Siwa Sesana Kawikon, paguron – guron sesuai pesemetonan masing masing.  Semuanya pun hanya tunduk dengan Sastra, untuk kembali kejati diri yaitu Brahmana Jati.

Walaupun diksa hak semua umat Hindu Dharma Indonesia, tetapi tidak semua orang dapat diberikan diksa, atau diksa tidak bisa diberikan kepada sembarang orang. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.  Salah satunya berdasarkan syarat diksa dalam kesatuan tafsir PHDI tahun 1985. Yang paling tahu masalah ini adalah guru kerohanian/ Sang Nabe sendiri. Jika ini dilanggar  akan dapat merusak ajaran Siwa dan tatanan masyarakat yang diilhami oleh ajaran Saiwa Siddhanta. Diksa yang diberikan kepada orang – orang yang belum tepat akan merongrong dan bahkan akan menjatuhkan lembaga diksa itu sendiri. Jadi agar ritual diksa mempunyai efek yang kuat, maka calon diksa harus siap untuk itu. Kesiapan ini menyangkut fisik dan mental .

Ida Sulinggih Sri Bhagawan Dalem Agra Sagening ketika ditemui awak media pada kamis, 4 Agustus 2022 di Geria Tegeh Kori Sanggulan Tabanan mengatakan jika dilihat dari swadarmaning sulinggih, dalam situasi keumatan saat ini semestinya Sulinggih bisa memberikan nasehat kepada pengurus PHDI yang bertikai, benar adanya, pendapat banyak pihak kenapa menjadi sebuah pembiaran, yang malah memberikan kesan kepalanya (sulinggih), menjadi tidak jernih.

“Ketika ada umat yang hatur pawungu kepada sulinggih, itu adalah sebuah kewajiban meluruskan Dharma, ini menjadi sebuah renungan bersama bagi kita semua umat Hindu Dharma Indonesia,” kata Ida Bhagawan Agra Sagening.

Ida Bhagawan Agra Sagening menambahkan, kenapa akhir – akhir ini Sulinggih, Wiku, Empu, Pedanda dan Sang yang disucikan yang lahir dari tradisi Hindu Nusantara, kelihatannya takut mengambil sikap, mestinya tidak perlu takut, tidak boleh terpengaruh atau hanyut dengan jaman (jaman kali), perlu tegak lurus, walaupun langit runtuh sekalipun karena yang paling kekal dan abadi hanyalah perubahan. Hal ini bisa terjadi  asalkan  Sang yang disucikan tidak boleh lepas dengan Sastra.  Makanya perlu adanya di Diksa Dwijati.  Ini adalah tahapan hidup kedua untuk meminimalisasi Sapta Timira (keangkuhan) dan Sad Ripu (kesombongan), makanya calon diksa /diksita perlu ekstra hati-hati utk mencari calon Nabe yang akan men – Trijati.  Diperlukan calon Nabe yang cerdas, pinter, baik, bijak, berpengalaman luas, benar, intelek dan tepat (Wikan tur Widagda) serta dengan ilmu kepemimpinan yaitu Asta Brata.

Ida Bhagawan Agra Sagening mengungkapkan bahwa umat Hindu Dharma yang ingin mengajegkan Hindu dresta Bali/Hindu Nusantara dengan berangkat dari konsep lahirnya Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai majelisnya para sulinggih Hindu Dharma Indonesia, dimana para sulinggihnya harus lahir dari tradisi dresta Bali ataupun Nusantara, semestinya harus kita dukung bersama dan kita ajak untuk membesarkan Hindu Nusantara yang berbhineka tunggal Ika ini.

Ida Bhagawan yang murah senyum ini ikut memberikan wejangan bahwa jika dilihat dari narasi JBS di medsos, belum bisa dimasukan kedalam ranah pidana sesuai pasal 28 UU ITE. Itu perumpamaan saja, belum menyebut subyek yang jelas. Kalau perumpamaan seperti itu dipidana bisa saja memasung kreatifitas orang untuk menyampaikan sesuatu.

“Disamping itu perumpamaan yang dipergunakan bukan sesuatu yang bernilai buruk Rsi Drona dan Rsi Bisma adalah Rsi Agung dan keputusan yang diambil saat itu bukan salah tapi tepat karena beliau mengetahui masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Umat yang hatur pawungu kepada Ida sulinggih dresta Bali, yang melaporkan kok bukan sulinggihnya langsung,” tanya Ida Bhagawan.

Ida Bhagawan juga menjelaskan telah membaca status Jro Bauddha Suena dan menegaskan  tidak ada sama sekali kata – kata yang menyebutkan sulinggih Hindu Dresta Bali sebagai Kurawa. Perumpamaan dan analogi yang digunakan hanya menggunakan Itihasa Mahabharata secara umum saja. Motif status tersebut sangat jelas, supaya Ida sulinggih mekesami bersikap tegas berdasarkan  AD/ART PHDI  sebagai lembaga Ke-Pandita-an Hindu Dharma Indonesia. Pihak yang melaporkan saja yang menafsirkan sendiri secara negatif, padahal itihasa Mahabharata adalah ajaran yang sangat mulia.

Saatnya untuk memunculkan sikap yang arif dan bijaksana kembali kepada hakekat  lahirnya PHDI itu sendiri yaitu lembaga ke-agama-an yang Pandita sebagai pemimpinnya  dan  sudah tentu Pandita yang HINDU NUSANTARA, demikian Ida Bhagawan mengakhiri perbincangannya. ***AD

Popular Articles