Membaca Politik “BUNUH DIRI” Partai Nasdem

360
Emanuel Dewata Oja. Foto : Ist

Oleh : Emanuel Dewata Oja

Mayoritas hasil survei Capres, menempatkan Ganjar Pranowo (GP), Prabowo Subianto (PS) dan Anies Baswedan (AB) pada tiga teratas.

Nasdem yang semula ingin berkoalisi dengan PDIP akhirnya batal karena :
1. Tidak enak bila bicara terbuka kepada Megawati bahwa elektabilitas Puan Maharani untuk Capres sangat rendah. 2. Nasdem tidak ingin melukai perasaan Megawati bila mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai Capres.

Nasdem dan pribadi Surya Paloh adalah politisi nasionalis yang sudah cukup matang dan teruji.Tetapi bila berkaca pada Pilkada Jakarta 4 thn lalu antara Anies vs Ahok, terlihat jelas bahwa Anies memainkan politik identitas yang menular sangat masif. Penetrasi politik identitas yang dilakukan Anis berhasil menciptakan persepsi publik bahwa Anis adalah sosok yang merepresentasikan pemilih Islam. Maka Anies menjadi simbol bagi sebahagian pemilih Islam. Mengapa Nasdem, partai berhaluan nasionalis besutan Surya Paloh justru memilih Anies? Inilah pertanyaan besar sekaligus keresahan yang beredar di publik Indonesia saat ini.

Padahal Nasdem cukup paham, bahwa sosok yang paling mampu memenangkan pilpres 2024 adalah Ganjar Pranowo yang nota bene saat ini dianggap sebagai simbol kaum nasionalis. Sayangnya Nasdem (lebih tepatnya Surya Paloh) ingin tetap menjaga “kekerabatan” dengan Megawati sehingga tidak memilih Ganjar Pranowo sebagai Capres.
Buktinya, Nasdem, tetapi melihat reaksi Megawati yang langsung cemberut dan banyak politisi PDIP marah, maka Nasdem batalkan niat mencalonkan Ganjar.

Nasdem memilih Anies agar PDIP sendiri yang nantinya membatalkan pencalonan Puan Maharani dan beralih memilih Ganjar Pranowo sebagai Capres PDIP. Karena berdasarkan hasil survei, hanya Ganjar Pranowo yangg bisa kalahkan Anies Baswedan. Dari 7 lembaga survei yang kredibel, skor antara Ganjar dan Anis berselisih cukup jauh. Ada 5 lembaga survei unggulkan Ganjar Capres dan 2 unggulkan Anies sebagai Capres.

Nasdem juga berharap jika Ganjar Pranowo akhirnya tidak dicalonkan PDIP, Nasdem akan turut “meloby” partai lain, terutama partai berbasis pemilih Islam seperti PPP, PAN dan mungkin PKB agar berkoalisi memilih Ganjar sebagai Capres, sehingga terjadi akumulasi pemilih Nasionalis, Islam dan Demokrat dalam koalisi yang mengusung Ganjar Pranowo.

Pada titik ini, suasana batin Surya Paloh mudah terbaca. Pertama : Ia ingin menempatkan kedamaian NKRI di atas kepentingan politik bahkan mungkin di atas segalanya.
Dengan menarik Anis masuk “ke tengah” yaitu ke partai nasionalis seperti Nasdem, Surya Paloh berharap tidak ada pertarungan politik agama versus politik nasionalis yang rawan membelah bangsa seperti pada Pilkada DKI Jakarta 4 thn silam. Kedua : Ia berjudi secara implisit untuk menarik pemilih2 Islam yang saat ini ada di PPP, PKB, PAN, PKS. Masing-masing 10 persen saja dari partai-partai berbasis Islam tersebut pindah ke Nasdem karena ada sosok Anies, maka kedepan parlementary trashold Nasdem akan tinggi.

Memang tidak ada dermawan murni dalam politik. Meski Nasdem seperti menghadiahkan pilihan cawapres kepada Anies agar dia bebas memilih Cawapres, itu hanya untuk menaikkan popularitas Nasdem dengan limit waktu terbatas. Karena lazimnya partai yang mencalonkan tokoh independen (orang yang tidak punya partai) sering kali dipasangkan dengan kader partai yang memberikan tiket kpd calon non partai.

Cawapres untuk Anies sebenarnya sudah ada di kantong Surya Paloh, yaitu seorang tokoh yang 100 persen Islam dan 100 persen NKRI, nasionalis murni. Sosok itu adalah Jenderal Andika Perkasa. Hanya saja saat ini Andika tidak diumumkan karena etika jabatan, dimana Andika masih TNI aktif saat ini. Tetapi Desember nanti Andika Perkasa akan pensiun. Saat itulah Anies akan umumkan cawapresnya adalah Andika Perkasa “pemberian Surya Paloh”.

Permainan strategi politik Nasdem pada Pilpres 2024 yang sekarang sudah dimulai ini memang tak terprediksi hasilnya. Bisa saja Nasdem memainkan bidak-bidak catur dan menggiring “raja dan ratu” dari lawan politik untuk skak ster dan lawan mati serentak. Itu sebabnya Surya Paloh akan memasang tokoh yang bisa mengimbangi Anies yaitu jenderal Andika sebagai antisipasi jika strateginya berhasil.

Dalam perspektif lain, tepatnya jika strategi ini dibaca secara antagonis maka apa yang dilakukan Nasdem, tak lain adalah merelakan diri kalah Pilpres demi memberi peluang bagi haluan nasionalis yang disimbolkan pada Ganjar Pranowo untuk menang.

Surya Paloh tau bahwa strategi yang dilakukannya tidak terbaca dengan kepala dingin dan rasional oleh sebahagian kader Nasdem terutama di daerah-daerah basis non Muslim.
Akibatnya banyak yang kabur, mundur dari Nasdem. Surya Paloh cuek saja dengan situasi ini karena dia yakin bahwa kader-kader yang hengkang dari Nasdem toh nanti akan masuk gerbong Ganjar Pranowo meski tidak melalui Nasdem.

Ini hanya analisa pisau jagar…yang kebenarannya masih samar-samar.

Penulis adalah Direktur Pemberitaan Poskotabali