Tunduk pada Sang Waktu yang Terus Berubah

500
Arnoldus Dhae, S.Fil. Foto : Dok - Ist

Oleh: Arnoldus Dhae, S.Fil*

Pada suatu hari seorang guru spiritual mengajak beberapa muridnya duduk di pinggir sungai yang dekat dengan muara arah laut. Mereka duduk ngobrol kesana kemari tanpa tema yang jelas. Karena tidak ada tema yang jelas maka guru memerintah kepada para muridnya untuk melihat ke arah aliran sungai yang begitu tenang hingga bermuara ke laut. Sang guru juga memerintahkan agar semua memberikan komentar kritis soal sungai dan aliran air yang tenang. Banyak sekali pendapat.

“Air ini sama saja. Tidak ada perubahan. Dia hanya mengalir terus ke laut,” ujar seorang murid. Murid lain juga berkomentar, tidak ada perubahan apa pun dalam air. Dia hanya memberi kehidupan seputar sungai. Yang lain lagi berujar, jika sungai tidak kering, tidak pernah habis. Yang lain lagi juga bicara soal laut yang tidak pernah penuh walau dialiri air tiap hari. Gurunya hanya senyum dan mengangguk tanpa membenarkan dan menyalahkan komentar para muridnya.

Kemudian guru memanggil para muridnya duduk melingkar. Lalu ia berkata, sehebat apa pun manusia di bumi ini namun dia tetap tunduk dengan Sang Waktu. Semua manusia diberikan waktu yang sama sebanyak 24 jam. Tidak ada satu orang pun yang diberikan waktu 25 jam sehari atau dikurangi menjadi 23 jam sehari. Semua sama. Semua tunduk, takluk, pada Sang Waktu.

Dia terus berubah. Namun tidak semua orang menyadarinya. Hanya segelintir orang yang memiliki kesadaran yang sangat tinggi mengakui kedahsyatan Sang Waktu. Tidak ada satu penguasa di bumi ini yang bisa menahan waktu, menarik kembali waktu. Apa pun dia, se-kuasa mana pun dia. Semua akan tunduk dengan Sang Waktu. Dia sama seperti aliran sungai yang begitu tenang namun terus berubah. Saking tenangnya, sampai orang melihat jika air yang sedang mengalir itu sama saja. Padahal dia terus berubah. Ya, air yang sedang mengalir tenang tampak seperti sama saja. Padahal dia terus berubah.

Dalam Kitab Pengkhotbah 3:1-15 dilukiskan dengan sangat jelas. Bahwa segala sesuatu itu ada waktunya. Ada waktu untuk lahir dan meninggal, ada waktu untuk menanam dan menuai, membunuh dan menyembuhkan, meruntuhkan dan membangun, menangis dan tertawa, meratap dan menari, membuang baru dan mengumpulkan, dan seterusnya. Pada ayat 15 disebut bahwa, apa yang sekarang ada, dulunya sudah ada, dan apa yang akan ada di masa yang datang itu juga sudah lama ada. Dan Allah mencari yang sudah ada.

Semua orang tunduk pada Sang Waktu, tunduk pada perubahan. Kehidupan manusia selalu dalam cengkraman waktu, karena waktulah yang sesungguhnya mengadakan, memelihara, dan membinasakan, segala sesuatu yang diikat oleh waktu. Ada, mengada, tergantung pada waktu. Sifat-sifat keagungan dan kedasyatan ada dalam ruang dan waktu yang tak terbatas itulah menundukan manusia untuk menginsyafi kekecilannya di alam semesta.

Tahun 2023 berlalu. Manusia masuk di tahun 2024. Tanpa ada rintangan, halangan, semua berjalan sebagaimana mestinya. Ada satu yang mengikat, yakni manusia perlu memberikan nilai, makna, harapan, agar tahun 2024 menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tanpa harapan itulah hidup ini menjadi tidak bernilai. Tuhan tidak pernah diam, tidak pernah tidur, Dia Maha mengetahui. Dia tahu apa yang menjadi harapan kita semua. Selamat memasuk tahun 2024. Berkah Dalem.