BADUNG, The East Indonesia – Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung Nyoman Adi Arnawa memimpin langsung pembongkaran 48 bangunan baik berupa resto, vila, homestay, warung, yang ada di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung Bali, Senin (21/7/2025).
Bahkan, pembongkaran secara simbolis tersebut dilakukan oleh Koster dengan memukul pintu sebuah hotel menggunakan hammer besar. Begitu juga dilakukan oleh Bupati Badung Adi Arnawa. Aksi kedua kepala daerah di Bali ini dikawal ketat oleh ratusan personil SatPol PP dari Provinsi Bali dan Kabupaten Badung serta aparat kepolisian dari Polresta Denpasar.
Namun demikian, aksi Wayan Koster dan Bupati Badung Adi Arnawa sama sekali tidak didukung oleh ratusan warga dari Desa Pecatu yang selama ini mengais rezeki dari Pantai Bingin. Ratusan warga menolak dengan tegas aksi pembongkaran bangunan tersebut.
Melalui kuasa hukumnya Alex Barung, SH, warga tetap melakukan penolakan dan perlawanan. Puluhan warga dan pemilik usaha bidang pariwisata di Pantai Bingin menyatakan menolak keras pembongkaran gedung‑gedung wisata.
Mereka menegaskan jika proses pembongkaran tidak berpihak dan mempertimbangkan hak dan keberlangsungan mata pencaharian mereka. Mereka menilai usaha tersebut telah menjadi bagian dari komunitas lokal selama puluhan tahun.

Menurut Alex, bangunan tersebut telah ada sejak puluhan tahun. Bahkan bangunan berupa hotel, restoran, vila, homestay sudah dibangun sejak lama sejak di atas 10 tahun lalu.
“Kita bertanya, kemana pemerintah saat itu. Kalau mau menegakkan aturan kenapa tidak dilarang atau ditindak saat itu. Tidak ada tindakan tegas saat itu. Sekarang orang sudah berjalan, dan sudah menjadi pekerjaan warga lokal malah disuruh bongkar,” ujarnya.
Ia menilai, Pemprov Bali dan Pemkab Badung juga harus taat hukum. Sebab kasus ini sudah digugat dan diregistrasi di PTUN Denpasar Nomor 18 Tahun 2025. Bukan hanya itu. Selalu kuasa hukum pihaknya juga sudah mengajukan secara tertulis kepada pemerintah yang isinya memohon agar eksekusi ditunda sampai ada kekuatan hukum tetap.
“Kami sangat menyayangkan Pemda yang tidak tunduk terhadap hukum. Gugatan sudah ada. Permohonan penundaan eksekusi juga sudah ada. Harusnya eksekusi ditunda sampai ada kekuatan hukum tetap,” ujarnya.
Hasil penelusuran dan informasi dari warga Pantai Bingin, usaha pariwisata tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun dan turun temurun. Mereka sudah menguasai Pantai Bingin melalui usaha-usaha pariwisata dan menjadi mata pencaharian utama. Sebelum UU tentang Tata Ruang tahun 1992, masyarakat sudah ada, sudah menguasai Pantai Bingin melalui usaha-usaha pariwisata. Dan selama itu pula tidak ada yang mempersoalkan apakah berbagai bangunan restoran, warung, vila, homestay melanggar aturan tata ruang.
Sebelum aturan lahir, masyarakat sudah ada, sudah menguasai sebagai lahan untuk kebutuhan primer. Harusnya segera carikan solusi baru kemudian dibongkar. Sebab, amanat UUD Tahun 1945 juga, tanah dan air harus memberikan kesejahteraan masyarakat, bukan kelompok tertentu. Perlu akomodir antara hajat hidup orang banyak dan wajib menjaga tata ruang, menjaga lingkungan hidup.
“Katanya masyarakat Pantai Bingin sudah ada lebih dulu sebelum UU Tata Ruang ada. Harusnya relokasi dulu. Kenapa harus dibongkar,” ujarnya.
Salah satu yang dibongkar adalah Vila dan Restoran Morabioto. Kedua usaha ini mempekerjakan sekitar 150 orang warga. Bangunan ini sudah ada sejak tahun 2004. Semua dokumen legal, sudah dilakukan pendataan oleh BKAD, dokumen pembayaran pajak untuk PHR. Semua transparan. Kenapa baru sekarang dibongkar.
“Kami mendukung penuh kebijakan pemerintah. Namun kenapa baru sekarang dibongkar. Perencanaan harus matang, kompensasi, ganti rugi. Saat dibangun 15 tahun lalu, pemerintah dimana. Harus adil bagi semua pihak. Saat Pantai Bingin terus ramai, pemerintah baru bertindak,” ujarnya.
Ada Peraturan Reforma Agraria Nomor 86 Tahun 2018, pasal 2 menyatakan penggunaan tanah negara untuk pengurangan kemiskinan. Harusnya ini diakomodir pemerintah.
Sebelumnya pada 10 Juni 2025, DPRD Bali merekomendasikan pembongkaran terhadap sekitar 48 usaha yang dianggap menyalahi ketentuan RTRW dan berada di wilayah yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Badung, Bali karena disinyalir usaha pariwisata ilegal dan melanggar tata ruang.
Berdasarkan rekomendasi tersebut maka pada Senin tanggal 21 Juli 2025, Satpol PP bersama Pemkab Badung mulai melakukan pembongkaran lebih dari 40 usaha wisata termasuk vila, homestay, dan restoran dan warung yang diduga berdiri di atas tanah negara tanpa izin atau melanggar aturan tata ruang dan lingkungan.(Tim)


