Meski Terus Didemo Greenpeace, Pembangunan PT PLTU Celukan Bawang II Jalan Terus

273

Theeast.co – Konsorsium pembangunan PLTU batu bara tahap dua di Desa Celukan Bawang, menyebut aksi penolakan pembangunan pembangkit listrik, ditunggangi kepentingan pribadi.

Konsorsium juga mengklaim telah memenuhi syarat-syarat perizinan sebelum memulai usaha, termasuk mengantongi izin analisis dampak lingkungan (amdal) dari Pemprov Bali.

Konsorsium pembangunan PLTU sendiri dipayungi oleh PT. General Energy Bali (GEB). Dalam proses pembangunan dan operasional PLTU, PT. GEB melakukan joint operation dengan beberapa perusahaan di dalamnya.

Termasuk dengan beberapa korporasi asal Tiongkok. General Affair PT. GEB, Putu Singyen mengatakan aksi penolakan PLTU batu bara yang dilakukan Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan (PMPL) Buleleng dan Greenpeace Indonesia sebagai hal yang wajar.

Hanya saja ia menyesalkan aksi penolakan itu, karena bisa berdampak pada perekonomian Bali.

Singyen mengklaim konsorsium sudah berupaya membuat pembangkit listrik ramah lingkungan seoptimal mungkin, dengan dampak lingkungan seminimal mungkin.

“Sebelum membangun kan kami harus memenuhi izin. Buktinya semua sudah kami lengkapi, dan sangat lengkap,” kata Singyen saat ditemui di Singaraja kemarin (18/4).

Pria yang sempat menjadi anggota DPRD Buleleng itu justru mempertanyakan aksi penolakan yang menggandeng Greenpeace Indonesia.

Baca juga :  Pj Bupati Lihadnyana Komitmen Berantas Penyalahgunaan Narkoba

Hingga kapal Rainbow Warrior bersedia menurunkan sauh di perairan Desa Celukan Bawang. Singyen menyebut ada kepentingan pribadi yang menunggangi aksi penolakan itu.

“Kami tidak membela diri. Menolak itu ada kepentingan pribadi apa tidak? Kapal Greenpeace itu bukan tujuannya ke PLTU.

“Ini ada kepentingan tunggangan-tunggangan tertentu sehingga untuk menguntungkan dirinya sendiri,” klaimnya.

Singyen menegaskan konsorsium tetap melakukan pembangunan PLTU dengan bahan bakar batu bara. Meski ada penolakan dari warga. Alasannya, konsorsium telah mengantongi seluruh perizinan yang ada. Terutama izin lingkungan.

“Sebenarnya tinggal ground breaking saja. Dukungan dari warga juga sudah ada, kami kantongi kok dukungan itu.

Rencananya tahun ini sudah ground breaking. Tapi kalau terus ada hambatan begini kami nggak tahu. Target kami, lebih cepat lebih baik,” tegasnya.

PLTU Celukan Bawang Dituding Greenpeace Proyek Siluman

Hingga kini persidangan gugatan masyarakat dan Greenpeace Indonesia terhadap Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor: 660.3/3985/IV-A/DISPMPT tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang 2 x 330 MW di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar masih terus berjalan.

Setelah diresmikannya dokumen RUPTL 2018-2027 oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada bulan Maret lalu, rencana pembangunan PLTU Celukan Bawang lagi-lagi tidak tertera dalam dokumen tersebut.

Baca juga :  Ratusan Prajurit TNI Gelar Peringatan Isra'Mi'raj

Pada dokumen yang sama tahun sebelumnya juga tidak mencantumkan keberadaan PLTU Celukan Bawang 2 x 330 MW.

Posisi masyarakat sebagai penggugat tengah diperiksa Majelis Hakim A.K Setiyono SH MH. Dalam dokumen RUPTL 2018-2027, tercatat beban puncak di Bali pada November 2017 sebesar 825 MW.

Dengan kondisi total suplai listrik sudah sebesar 30 persen di atas beban puncak, yaitu sebesar 1.248 MW.

Hindun dari Greenpeace Indonesia mengatakan, bahwa hal ini bukan proyek murah. Total investasi diperkirakan mencapai Rp 1,5 Triliun.

Pembangunan PLTU Celukan Bawang  yang saat ini telah beroperasi  426 MW menggunakan dana pinjaman dari China Bank Development dan China Huadian Engineering Co, Ltd sebagai pengembangnya, bersama dengan dua perusahaan lain.

“Kalau nanti dibangun dan tidak terserap, maka siapa yang akan menanggung kerugian ekonominya? Apakah akan dipaksakan melalui PLN sehingga menggerogoti APBN kita? Atau masyarakat sebagai konsumen listrik yang kena imbasnya?” tanyanya.

Menurutnya, sebuah proyek PLTU tidak bisa hanya berdasar atas kemauan gubernur, investor dan perusahaan saja.

Di pasal 8 ayat (1) PP No. 23 Tahun 2014 dinyatakan bahwa penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Baca juga :  Jarang Tersentuh, Ibu Hetty beri Bantuan Paket Sembako kepada Pemulung di Bantar Gebang

Dia menduga ada kepentingan terselubung yang harus diselidiki apabila proyek ini nanti akan terus dilanjutkan.

Karena akan ada rupiah yang dibakar percuma untuk setiap megawatt yang tidak terserap oleh konsumen.

“Ada kepentingan terselubung yang harus diselidiki apabila proyek ini nanti dilanjutkan. Karena akan ada rupiah yang dibakar percuma untuk setiap megawatt yang tidak terserap oleh konsumen,” tutup Hindun.

Di lain sisi, kuasa hukum penggugat dari YLBHI Bali  Dewa Putu Adnyana mengatakan, pembangunan PLTU Celukan Bawang 2 x 330 MW berbahan bakar batubara menunjukkan inkonsistensi Pemprov Bali terhadap roadmap Bali yang mencanangkan Bali Green Province di tanah air.

Karena, menurutnya, salah satu komponen dasar dalam Bali Green Province yaitu clean and green.

”Dengan mewujudkan lingkungan hidup daerah Bali yang bersih dan hijau terlepas dari pencemaran dan kerusakan lingkungan,” pungkasnya.

Laporan: Remigius Nahal

Facebook Comments

About Post Author