Denpasar, Theeast.co.id – Festival Tepi Sawah 2018 merupakan festivali kedua kalinya. Festival ini diproyeksikan sebagai sebuah acara kesenian tahunan berorientasi ramah lingkungan, yang akan melibatkan dan menghadirkan seniman-seniman dari berbagai cabang seni, untuk berkolaborasi dan berkarya dalam kebersamaan. Di pusat lokasi yang sangat unik di pinggiran desa ini, kami merancang Uma Stage yang melatar-depani panorama simbolik tempat aspirasi ini terlahir: di Tepi Sawah.
Festival Tepi Sawah ini lahir dari perpaduan passion dan gagasan dari tiga pelaku seni yaitu Nita Aartsen, Anom Darsana, Etha Widiyanto, yang memberikan kombinasi latar belakang pengalaman di bidang Music Education & Performance, Sound Engineering & Event Management, Architecture & Designs. Adalah intensi mereka untuk mengintergrasikan elemen kreatif dari festival ini dengan edukasi dan implementasi tentang environmental sustainability, baik di kalangan anak-anak maupun di kalangan dewasa.
Dalam gerakan kesadaran lingkungan ini, FESTIVAL TEPI SAWAH berkolaborasi dengan CLEAN BALI SERIES, sebuah program buku dan pendidikan tentang kesadaran lingkungan untuk anak-anak, yang sudah dimulai sejak tahun 2006, dan yang telah aktif menggalang program bulanan “Bali Bersih” di lokasi festival, Omah Apik, bersama dengan sejumlah organisasi dan aktifis lingkungan, pendidikan, seni dan budaya, untuk memberikan ruang belajar kepada anak-anak setempat tentang kesadaran lingkungan.
FESTIVAL TEPI SAWAH menghadirkan karya musik dan seni yang menakjubkan dan berkesan. Untuk itu, kami mewujudkan festival ini dengan mengajak berbagai komunitas seni serta membangun beberapa relasi dan jaringan yang mendukung festival ini. Salah satu komunitas yang terlibat di dalam festival ini adalah Komunitas Rumah Berdaya. Komunitas ini aktif berfungsi untuk menghapus stigma terhadap Orang Dengan Skizofrenia (ODS), Rumah Berdaya menciptakan berbagai macam program yang berguna dalam penyampaian psiko-edukasi ke masyarakat. Selain itu, Festival Tepi Sawah juga melibatkan Maestro dongeng dan permainan tradisional anak-anak Bali, yaitu Made Taro. Tak Luput dan ketinggalan, beberapa workshop akan hadir pula dan mengisi rentetan hari di mana festival ini berlangsung, di antaranya: Minikino Film Week Presentation, Vocal Coaching with Trie Utami, Little Talks Book Corner, Komunitas Drawing Tepi Barat, Genggong With Nyoman Suwida, Indonesian Percussion Team, Gamut (Gamelan Mulut) with Bli Ciaaattt…, Sapek with Agus, dan sunset yoga. Melalui kebersamaan ini akan menjadikan Festival Tepi Sawah sebagai cerminan dan pembawa pesan kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle (kurangi, gunakan kembali, dan daur ulang) baik dalam hal produksi, penjualan makanan dan minuman, penanganan sampah, pembuangan limbah dan lain-lain.
Festival Tepi Sawah menggunakan area di tepi sawah sebagai pusat kegiatan. Kolaborasi antara seniman adalah suatu konsep yang sangat menarik dan akan mengejutkan bagi orang-orang yang akan menghadiri festival ini. Selain itu, Festival Tepi Sawah juga akan mengalirkan beberapa sekuen arsitektur yang menarik. Booth yang akan menyebar di setiap lanskap, dan instalasi seni akan menambah kecantikan festival ini. Festival Tepi sawah juga akan mengadakan workshop dari berbagai cabang kesenian, dan food stall serta art market.
Adapun para seniman yang terlibat dalam Festival Tepi Sawah ini adalah Trie Utami, Mathew Sayerz, Nita Aartsen, Wayan Gde Yudane “Wrdhi Cwaram”, Bismo Kuno Kini, Dian Pratiwi, Genggong Kutus, Fascinating Rhythm Community, Lenong Betawi, Gamelan Ceraken, Bli Ciaaattt… and Kids of Pegok, Nuswantoro Trio, Eny Darmayani. Di samping itu, terdapat juga beberapa agenda pertunjukan yang tak kalah seru yang mengusung garapan-garapan unik dan menarik lainnya, antara lain: Tribute to Chrisye, Lagu Dolanan Jawa, Bali Teens, Dayak Kaltim, Maluku & Papua, Betawi & Sumatera, Java Ensamble, Komposer Indonesia Timur, Art & Ritual from Nusantara. (*)