Australia Latih Security Bandara Indonesia Soal Explosive Trace Detection Di Ngurah Rai

374

Denpasar, Theeast.co.id – Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai menjadi leading dalam peningkatan SDM bidang explosove trace detection (ETD). Peningkatan SDM keamanan dan kenyamanan di Ngurah terus ditingkatkan meningat Bandara Nguran Rai merupakan salah satu bandar udara tersibuk di Indonesia yang melayani jutaan penumpang setiap tahun dan ratusan penerbangan setiap harinya. Sebagai salah satu objek vital nasional dalam bidang transportasi yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak setiap harinya, terjaminnya keamanan di bandar udara merupakan hal yang mutlak untuk diwujudkan oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku pengelola bandar udara.

Meskipun keamanan bandar udara merupakan tanggung jawab seluruh pihak, baik itu stakeholder maupun pengguna jasa, personel aviation security merupakan salah satu garda terdepan yang bertugas dalam pengamanan bandar udara. Dalam menjalankan tugasnya.  Setiap personel dituntut untuk terampil, cekatan, serta memiliki pemahaman yang mendalam terhadap berbagai jenis ancaman dari dalam dan luar bandar udara.

Untuk mencapai maksud terrsebut, Bandara Ngurah Rai bekerja sama dengan Pemerintah Australia melalui Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta, serta dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, PT. Angkasa Pura I (Persero) menggelar pelatihan Explosive Trace Detection (ETD) dan Advanced Technology Implementation bagi para personel aviation security, Senin (18/03). “Manajemen PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku pengelola bandar udara, secara rutin dan berkesinambungan menjalankan program peningkatan kapasitas bagi para personel aviation security, baik itu secara internal, maupun dengan bekerja sama dengan instansi eksternal yang selama ini telah terjalin dengan baik,” ujar I Made Sudiarta, Airport Security Department Head PT. Angkasa Pura I (Persero) Kantor Cabang Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai  Bali.

Pemerintah Australia melalui Department of Home Affairs telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal  Penerbangan Sipil (DGCA) dan Angkasa Pura 1 pada proyek-proyek keamanan penerbangan dan kargo udara serta program peningkatan kapasitas yang saling menguntungkan selama lebih dari sepuluh tahun. Salah satu bentuk kerja samanya yang telah berjalan secara berkelanjutan adalah pemberian diklat/training dari Pemerintah Australia kepada Personil Keamanan Bandara. Pada kesempatan ini, Diklat yang akan diberikan Pemerintah Australia adalah soal ETD Technology. Materi akan diberikan dalam 3 sesi dengan durasi per sesi adalah 3 hari. Setelah diklat ini selesai Pemerintah Australia akan melanjutkan Diklat lainnya untuk Personil Keamanan Bandara, yaitu Mitigating the Risk of Trusted Insiders yang juga bertempat di Bali. Diklat sebelumnya untuk Personil Keamanan Bandara juga pernah diberikan seperti Aviation Security Fundamentals for the New Aviation Security Staff , Aviation Security Foundation. “Dalam pelatihan kali ini, 132 orang, dari berbagai bandara, dari berbagai unit di kebandaraan di Indonesia,” ujarnya. Mereka berasal dari Airport Security Bandara I Gusti Ngurah Rai 90 orang, Airport Security Bandara AP I 36 orang yang berasal dari 7 bandara, antara lain Bandara Juanda Surabaya, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan, Bandara Internasional Lombok, Bandara Sam Ratulangi Manado, Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, Otoritas Bandara Wilayah IV 6 orang. Output yang diharapkan adalah meningkatkan kemampuan dalam mengoperasikan peralatan keamanan secara handal, khususnya ETD dan Body Scanning, meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi Prohibited Item dengan menggunakan advanced technology, meningkatkan pelayanan keamanan kepada pengguna jasa dan mampu memberikan nilai untuk passenger experience, meningkatkan semangat dan atmosfir yang lebih segar terhadap keamanan penerbangan sipil secara global. Dari Australia selain para pelatih juga dihadiri oleh First Secretary Transport Mr. Adam Morton Menurutnya, pelatihan ini merupakan salah satu wujud kerja sama yang telah berjalan secara berkelanjutan, yang terlaksana melalui kerja sama Pemerintah Australia dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara selama sepuluh tahun terakhir.

“Materi yang diangkat dalam pelatihan ini bersifat cukup esensial dalam keamanan penerbangan. Bahan peledak atau explosive, merupakan salah satu barang berbahaya yang secara sangat ketat diatur dalam peraturan penerbangan,” lanjut Made Sudiarta.

Pendeteksian bahan peledak sejak dini di bandar udara merupakan salah satu prosedur keamanan yang mutlak dilakukan dalam rangkaian pemeriksaan keamanan. Dalam pelatihan ini, turut disampaikan pula materi mengenai penggunaan teknologi tingkat lanjut atau advanced technology implementation dalam prosedur keamanan bandar udara. Kombinasi kedua materi pelatihan ini ditujukan untuk dapat menjadi pengetahuan baru bagi personel keamanan bandar udara untuk dapat semakin meningkatkan pelayanan, serta pada akhirnya, dapat memastikan kondisi keamanan bandar udara dan keamanan penerbangan.

Sementara Adam Morton, First Secretary (Transport) dari Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta menyambut baik terhadap kegiatan pelatihan ini. “Pada kegiatan ini kita akan banyak membahas implementasi teknologi maju. Kita harus menyambut teknologi baru tersebut, khususnya body scanner dan mesin ETD, karenaa ancaman di luar sana yang sifatnya baru,” ujar Adam Morton. Hingga saat ini, sudah banyak bandar udara di dunia yang meningkatkan standar keamanan dengan pengimplementasian explosive trace detection checking. Di Australia sendiri, Bandar Udara Newcastle di Negara Bagian New South Wales, Bandar Udara Internasional Melbourne, dan Bandar Udara Hobart di Tasmania telah menerapkan prosedur keamanan ini dengan sistem random checking terhadap penumpang yang hendak bepergian melalui pesawat udara.

Di Amerika Serikat, petugas aviation security_ berhasil mencegah seorang penumpang yang kedapatan membawa bahan peledak untuk masuk ke dalam terminal bandar udara. Di Bandar Udara Internasional Yuma di Negara Bagian Arizona, bahan peledak jenis C4 atau bom plastik yang disembunyikan dalam kaleng tembakau oleh seorang penumpang pada tahun 2011 silam, berhasil terdeteksi melalui ETD checking. “Selain penggunaan teknologi, kualitas sumber daya manusia juga sangat berperan. Untuk itu, saya berharap akan ada banyak interaksi di kegiatan ini,” tutup Adam Morton. Pelatihan yang akan dilaksanakan hingga tanggal 27 Maret 2019 tersebut diikuti oleh 44 peserta, di mana bandar udara tuan rumah mengirim 30 personel. Sebanyak 12 peserta sisanya merupakan utusan dari 7 bandar udara di lingkup PT. Angkasa Pura I (Persero), serta 2 peserta dari Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV.

Ke depannya, kerja sama kedua belah pihak akan dilanjutkan kembali dengan diselenggarakanya diklat untuk personel keamanan bandar udara. Diklat bertajuk Mitigating the Risk of Trusted Insiders tersebut direncanakan akan turut digelar di Bali. (Axelle Dae)