DENPASAR, The East Indonesia – Kementerian Koordinator Perekonomian melakukan sosialisasi dan menyerap aspirasi tentang Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) atau Omnibus Law Sektor Pajak dan Retribusi Daerah, Koperasi, UMKM dan Tenaga Kerja, Jumat (27/11/2020) di Kuta Bali.
Hadir sebagai narasumber antara lain Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti serta para pakar dan akademisi yang berkompeten di bidangnya. Dalam arahannya, Iskandar Simorangkir mengatakan, selama ini terjadi banyak kesalahan pemahaman soal UU CK terutama di sektor pajak dan retribusi daerah, sektor tenaga kerja dan investasi di koperasi dan UMKM.
“UU CK sesungguhnya bisa mengoptimalkan penerimaan pajak dan retribusi daerah, mempermudah iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja. Tidak ada intervensi pemerintah pusat di daerah soal pajak dan retribusi, soal investasi. Banyak terjadi kesalahpahaman soal UU CK. Kewenangan itu ada di daerah. Pusat hanya sebagai wasit saja, mengawasi bila seluruh aturan atau pungutan yang tidak pro kepada kesejahteraan rakyat. Misalnya, aturan yang berbelit-belit, pajak dan retribusi yang terlalu tinggi. Jadi benar-benar hanya sebagai wasit,” ujarnya.
Investasi, iklim berusaha serta penciptaan lapangan kerja menjadi tujuan utama dalam UU CK. Sesungguhnya UU CK telah memberikan peluang yang besar bagi penciptaan lapangan kerja, memudahkan pembukaan usaha baru, mendukung pemberantasan korupsi dan seterusnya. UU CK bisa menciptakan lapangan kerja dan memudahkan usaha baru karena dengan UMKM ini iklim usaha itu menjadi lebih baik. Perizinannya menjadi lebih cepat, menjadi lebih gampang, tidak berbelit-belit lagi. Sebagai contoh untuk UMKM untuk mendirikan perseroan itu bisa 1 orang saja.
“Sekarang ada PT perorangan. Padahal kita tahu sebelumnya untuk mendirikan PT itu modal disetornya saja Rp 50 miliar. Pemilik beberapa orang itu contohnya. Kemudian kayak koperasi, ketentuan undang-undang koperasi minimal 20 orang. Dengan UU CK cukup 9 orang,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa saat ini Indonesia sudah over regulasi. Saat ini ada 43.604 regulasi yang mengatur terkait dengan perizinan usaha, sehingga itu mahal di Indonesia untuk melakukan investasi. Akibatnya, di Indonesia untuk menghasilkan 1 out put harus mengeluarkan 6,8 capital. Sangat mahal. Sementara negara lain seperti Filipina hanya membutuhkan 3,6 capital. Hal ini terjadi karena proses perizinan yang berbelit belit.
“Nanti kita potong sehingga perizinannya menjadi gampang, cepat, cukup pendaftaran saja. Kemudian disertifikasi halal-nya dibantu pemerintah, gratis untuk UMKM. Kemudian dalam rangka untuk mempercepat pengembangan UMKM bagi usaha menengah besar yang membantu UMK, dikasih insentif,” ujarnya.
Ia melanjutkan, ada 11 klaster UU CK yakni, meningkatkan ekosistem investasi, memangkas perizinan berusaha, menyerap tenaga kerja, mendukungan UMKM, memberikan kemudahan berusaha, mengembangkan riset inovasi, pengadaan tanah, pengawasan kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan percepatan PEN, mempermudah urusan administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.
“Jadi substansinya kalau kita lihat masing-masing cluster tadi peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan perusahaan itu akan diterapkan perizinan berbasis risiko, mempermudah perizinan berusaha untuk mendorong iklim investasi yang menjadi lebih baik. Itu tujuan utamanya,” ujarnya.
Penulis|Axelle Dae|Editor|Christovao Vinhas.


