Catatan Pameran Seni Rupa “Dolanan”
Oleh: Angga Wijaya*
Bertempat di Uma Seminyak, Seminyak-Kuta Utara empat perupa yakni Monez, Siji, Uncle Joy dan Venty Vergianti memamerkan karya-karya mereka dalam pameran bertajuk ‘Dolanan’. Keempat perupa memiliki ketertarikan sama yaitu mengeksplorasi dunia kanak-kanak yang penuh dengan permainan yang kaya akan imajinasi, kepolosan, kejujuran dan kenekatan.
Pameran ini berlangsung dari tanggal 21 hingga 31 Juli 2018. Ruth Onduko, Community Manager Uma Seminyak mengatakan menarik bagi Uma Seminyak memamerkan karya-karya para kreator dalam pameran ‘Dolanan’. Keempat seniman memiliki karakter karya yang sangat berbeda, dengan latar belakang disiplin ilmu dan juga medium berkarya yang juga sangat berbeda satu sama lain. Ini juga tantangan bagi pihaknya, apakah karya mereka akan berhasil membangun cerita dan berinteraksi secara harmonis ketika dipamerkan dalam satu ruang. Tetapi dengan memberikan kepercayaan penuh kepada masing-masing kreator untuk merespon tema dan juga ruang, hasilnya untuk pihaknya cukup menggembirakan.
Karya imajinatif dan misterius dapat dilihat pada lukisan-lukisan Monez seperti misalnya pada lukisan berjudul ‘Monster 2’, ‘Memedi’, ‘Barong ayam’ dan ‘Tonya’. Lukisan yang dibuat dengan media charcoal atau arang menampilkan gambar sederhana namun memiliki makna mendalam. Menurut Monez, ini pertama kalinya ia menggunakan media arang dalam melukis. Arang dipilih karena merupakan bahan dari alam yang mewakili kita sebagai manusia yang merupakan bagian dari alam ini. Arang juga menghasilkan goresan yang ekspresif dan tanpa rencana, bergerak bebas seperti kebebasan anak-anak dalam bermain (dolanan).
Sebelum itu karyanya lebih pada digital art. Lukisan imajinatif yang dihasilkan kali ini mengingatkannya dengan para orang tua di masa lalu melalui dongeng dan cerita rakyat tentang anjuran untuk tidak main di tempat gelap karena di tempat tersebut ada tonya atau memedi. Hal itulah yang ia ingin tuangkan dan lahirlah karya-karya dengan figur misterius dan imajinatif khas anak-anak yang mengalir bebas dan apa adanya.
Monez dikenal sebagai seorang illustrator dengan latar belakang sebagai orang Bali dan hidup di Bali yang banyak berpengaruh terhadap gaya ilustrasinya. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana ia memadukan seni tradisional dan modern. Berbagai teknik ia pakai mulai dari tradisional sampai ke digital. Sebagian besar karyanya terpengaruh oleh cerita-cerita rakyat Bali, budaya dan mitos yang hidup di Bali.
Dalam pameran Dolanan, Monez mengambil sudut pandang berbeda terhadap masa kanak-kanak yang dituangkannya dalam karya hitam putih dengan media arang di atas kertas. Sebagian besar karya yang dipamerkan kali ini mengambil wujud hewan-hewan imajinatif, menggambarkan sifat manusia kecil yang memiliki berbagai karakter.
Senada dengan Monez, Tri Handoko atau akrab dipanggil Uncle Joy menganggap masa kanak-kanak adalah masa “dolanan” yang sangat membekas di ingatan. Memori masa kecil, mainan yang disukai, film kartun tahun 80-an, robot jepang, komik Mahabarata, menari Jawa, membatik adalah hal yang selalu melekat dalam memorinya. Melalui pilihan medium street art, proses berkaryanya pun tidak jauh dari permainan. Mewarnai, menempel, corat-coret adalah bagian yang sangat menyenangkan dari proses berkarya. Karakter Uncle Joy selalu berevolusi, haus akan dinding kosong, cat semprot, segala jenis cat/pewarna, spidol, dan warna apa pun. Dua karya dan satu set karya yang terdiri dari sepuluh panel dengan warna warni ceria dan karakater unikn ia tampilkan dalam pameran Dolanan kali ini, yang bisa dilihat pada karya berjudul ‘Day Dreamin’’ dan ‘Display View’.
Perupa lainnya, Siji–merupakan gender fluid clothing line karya Myra Juliarti–yang menggunakan material dari serat alam yang hanya memiliki satu ukuran di setiap bajunya. Terinspirasi dari masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat dan merangkul keunikan dari setiap individu, arah rancangan Siji mengacu pada produk yang terbatas, unisex, berpotongan longgar serta menempatkan kerajinan tangan sebagai media bercerita dalam menyampaikan pesan.
Dalam pameran ‘Dolanan’, ia terinspirasi oleh “Conundrum” atau permainan pertanyaan dan relasinya dalam menjalani kehidupan. Siji menuangkannya dalam bentuk rangkaian koleksi desain pakaian sebagai bentuk ekspresi tanpa aturan baku yang dapat diinterpretasikan berbeda oleh masing-masing individu yang melihat karya ini.
Venty Vergianti, yang memiliki latar belakang sebagai arsitek dan jatuh hati pada dunia seni keramik sejak tahun 2010 menampilkan instalasi keramik berjudul ‘Cerita Hantu’, menggambarkan beberapa wajah anak-anak yang terlihat tertawa, Ia berusaha mengangkat isu kehidupan modern, bagaimana lingkungan menciptakan norma benar-salah, bagaimana pikiran manusia dipengaruhi oleh cerita dan bahasa yang diubah dan dimanipulasi. Dalam karyanya ia menerjemahkan dolanan sebagai sebuah kepolosan, sifat dasar manusia yang dimiliki sejak lahir dan bagaimana sifat ini terlukai sejalan saat mereka tumbuh dewasa.
Menemukan kembali imajinasi kanak-kanak. Itu inti pameran ‘Dolanan’ ini dalam pembacaan saya. Karya-karya yang dipamerkan seolah ingin mengajak kita untuk tidak melupakan cara berpikir a la kanak-kanak yang penuh kejujuran dan kepolosan. Bagaimana cara anak-anak “melihat” dengan kepolosannya ini menjadi benang merah dari karya-karya seniman yang terlibat dan menerjemahkan cerita dolanan dalam karya-karyanya. Melalui pameran ini para seniman bermaksud untuk membawa audiens dalam dunia khayal, memperluas persepsi akan kehidupan yang penuh imajinasi.
*) Penulis adalah seorang penyair dan wartawan, tinggal di Denpasar