Pemilik Tanah Laba Pura Jimbaran Tantang Debat dengan Owner PT Maspion Group

448

DENPASAR – Laporan terhadap Isteri Cawagub Bali I Ketut Sudikerta yakni Ida Ayu Ketut Sumiatini di Polda Bali pada tanggal 13 Maret 2018 lalu dinilai terlalu tendensisus ke arah politik dan tidak sesuai fakta hukum yang sebenarnya. Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Hukum dan Advokasi Ida Bagus Rai Dharmawijaya-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) Togar Situmorang saat ditemui di Denpasar, Sabtu malam (19/5). Menurutnya, laporan yang disampaikan oleh Sugiarto bersama rekan-rekannya tentang Ibu Sudikerta di Polda Bali terlalu mengada-ada dan cenderung betul karena hanya dijadikan sebagai bahan politik. Togar juga menjelaskan, jika kasus itu hanya dilakukan untuk kepentingan politik agar elektabilitas Sudikerta menurun drastis.

“Kasus ini tidak ada fakta hukumnya. Makanya saya hari ini membawa pemilik tanah yang dikatakan dibeli oleh Ali Markus, bapak Wayan Wakil, yang tahu betul tentang lika-liku kasus tanah miliknya sendiri tetapi diklaim oleh Alim Markus sebagai tanah yang sudah dibeli,” ujarnya.

Menurut Togar, ada beberapa kejanggalan dalam laporan tersebut. Kalau dicermati, substansi laporan itu merujuk pada pasal 378, dan 372 KUHP. Sementara ini delik aduan umum, tetapi laporannya ke Reskrimsus Polda Bali. Kejanggalan lain adalah yang menjadi pelapor adalah orang yang bernama Sugiarto. Namun setelah dikonfirmasi kepada Ida Ayu Ketut Sumiartini selaku terlapor, dijelaskan bahwa terlapor tidak mengenal pelapor dan juga tidak ada hubungan kerja maupun bisnis dengan pelapor.

Baca juga :  Diduga Terlibat Penipuan Dan Pemalsuan Dokumen, Sudikerta Ditangkap Di Bandara Ngurah Rai

“Apa hubungannya laporan itu. Tidak ada hubungan bisnis apa pun. Dan juga fakta lain adalah terlapor tidak merasa melakukan hal sebagaimana termaktub dalam delik aduan yang diserahkan kepada pihak berwajib. Ini laporan yang sangat politis, bertujuan untuk menjatuhkan Cawagub Bali I Ketut Sudikerta,” ujarnya.

Menurutnya, laporan yang sebenarnya sudah dilakukan beberapa kali sejak tahun 2013 lalu. Sekalipun atas nama pelapor yang berbeda, namun materinya tetap sama. Pertama, laporan pernah dilakukan di Mabes Polri dan tidak berhasil karena tidak memenuhi unsur. Kedua, laporan juga pernah dilayangkan ke KPK. Laporan ini lebih tidak jelas. Baik Sudikerta maupun keluarganya tidak ada hubungan dengan kerugian uang negara atau pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan uang negara. Ketiga, laporan dengan materi yang sama juga pernah dilakukan di Polda Bali, tetapi kasusnya SP3.

“Sekarang mau dilapor lagi. Ibu Sudikerta tidak pernah terima uang seperti yang dilaporkan itu. Silahkan dibuktikan saja,” ujarnya.

Pemilik Tanah Laba Pura Jimbaran Tantang Pemilik PT Maspion Debat Terbuka

Kasus yang mencuat di media beberapa hari terakhir, soal laporan Sugiarto terhadap isteri Wakil Gubernur Bali non aktif Ida Ayu Ketut Sumiartini akhirnya membuat pemilik tanah yang disengketakan dari Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabubaten Badung, I Wayan Wakil buka suara. Menurutnya, sebagian obyek tanah yang dilaporkan oleh orang yang bernama Sugiarto itu adalah tanak miliknya. Kasus ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2013 lalu.

Baca juga :  Tahukan Anda tentang Tilang E-TLE yang Mulai Diterapkan Hari ini?

Menurut Wayan Wakil, tanah miliknya dan beberapa anggota keluarganya seluas kurang lebih 3,8 hektar. Tahun 2012 harganya 625 juta perare. Namun entah prosesnya bagaimana, ia pernah didatangi Alim Markus, owner Maspion yang ada di Surabaya tersebut, bersama anggota polisi, anggota TNI, beberapa preman agar menandatangani surat persetujuan pelepasan hak milik atas tanah.

“Waktu saya dalam posisi tertekan, karena takut dan panik saya akhinya menandatangani surat tersebut. Saya lakukan karena saya takut,” ujarnya.

Dalam pelepasan itu, harga tanahnya hanya sebesar Rp100 juta perare. Lokasinya di Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan. Jadi karena totalnya 3,8 hektar, sementara harga per-arenya hanya dihargai Rp 100 juta maka total yang harus dibayaran hanya Rp 38 miliar. Ini juga aneh karena harga perarenya Rp 625 juta tetapi dihargai Rp 100 juta.

“Dokumen kesepakatan bersama yang saya tanda tangani itu salah satu pointnya adalah agar saya membayar Rp 210 miliar, katanya tanah itu sudah hak milik, sudah dibeli. Kalau saya tidak membayar Rp 210 miliar dalam waktu 3 bulan maka harus keluar dari tanah itu. Saya dapat uang dari mana. Tanah saya. Koq saya disuruh keluar,” ujarnya.

Dalam surat kesepakatan bersama itu PT Marindo Gemilang, yang pada saat akte ini dibuat, belum mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.

Baca juga :  Pura-Pura Linglung, Sastro Kepergok Bawa Kabur Motor

Pria yang sudah pengalaman menghadapi proses hukum kasus tanah tersebut mengatakan, dirinya ingin debat atau konfrontir secara langsung dengan Alim Markus. Terserah mau difasilitasi oleh Kapolda, oleh Kapolri, dirinya siap saja.

“Saya berani nantang, Maspion yang hebat, yang kaya itu, mari kita konfrontir, jangan coba-coba mempermainkan hukum. Maspion dapat tanah dimana, apakah dia membeli,  obyek masih sengketa. Bila perlu Kapolri datang ke Bali. Maspion punya dokumen apa, kita cocokan. Notaris dipanggil semua. Saya berjuang dari tahun 2008, sampai sekarang. Tanah ini Laba Pura, punya Ida Batara. Saya pegang bukti semua,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan pelapor kasus itu kapasitasnya sebagai apa.

“Pelapor Sugiarto, kapasitas sebagai apa. Apakah dia sebagai korban. Saya ini yang korbannya, koq Sugiarto yang lapor. Setahu saya dia itu notaris, kalau pidana tidak bisa dikuasakan, harus yang datang orangnya langsung. Tidak bisa dikuasakan,” ujarnya.

Ia menyebut ada banyak PT atau perusahan yang mengurusi kasus tanahnya. Di antaranya PT Marindo Investama, gabung dengan PT Pecatu Gemilang, menjadi PT Marindo Gemilang. Personil PT itu adalah orang yang sama. Jadi kuat dugaan semuanya ini hanya akal-akalan Alim Markus dari Maspion Group.(*)

Facebook Comments

About Post Author