Peresmian di Denpasar Menjadi Puncak Peluncuran Bale Kertha Adhyaksa Bali

119
FOTO : Kajati Bali Dr Ketut Sumedana foto bersama Wali Kota Jaya Negara usai peresmian Bale Adhyaksa dan Rumah Restorative Justice di balai Dharma Negara Alaya Kota Denpasar, Jumat, 13 Juni 2025.

DENPASAR, The East Indonesia – Bale Kertha Adhyaksa, di Kota Denpasar telah diresmikan di Denpasar, Jumat (13/6/2025). Peluncuran Bale Kertha Adhyaksa di Denpasar menjadi yang kesembilan di seluruh Bali

Itu artinya setiap kabupaten dan kota di Bali telah lengkap memiliki Bale Kertha Adhyaksa.

Bale Kertha Adhyaksa merupakan tempat penyelesaian sengketa hukum di tingkat desa maupun desa adat yang melibatkan Kejaksaan.

Konsep ini bertujuan memperkuat lembaga adat dalam menyelesaikan masalah hukum, terutama dengan pendekatan restorative justice, kekeluargaan, dan musyawarah.

Bertempat di balai Dharma Negara Alaya Denpasar, Dr Ketut Sumedana Kajati Bali menyampaikan, apresiasi yang tinggi kepada Walikota dan jajarannya serta seluruh bendesa adat kota Denpasar.

“Kota Denpasar sudah memiliki apa yang diresmikan pada hari ini. Itu menjadi tanda baik untuk menyebarkan ke seluruh daerah. Kajati tinggal membuat payung hukum dan memperkuat kelembagaannya saja serta memberikan materi materi hukumnya,” kata Ketut Sumedana

Menurut Ketut Sumedana, Bale Kertha Adhyaksa adalah gagasan menyatukan kolaborasi living law (kearifan lokal) dengan positive law (hukum nasional) sehingga keadilan masyarakat menjadi hal yang sangat penting.

“Di beberapa negara konsep upaya upaya mediasi, perdamaian dan win win solution menjadi pintu utama dalam segala penyelesaian konflik, sehingga pengadilan menjadi jalan terakhir untuk mendapatkan keadilan (Ultimum remidium),” kata mantan Kapuspenkum Kejagung ini.

Ia menambahkan, ketika ini sudah diperdakan dan terimplementasi dengan baik, maka Bali akan menjadi role model penyelesaian hukum berbasis kearifan lokal.

Untuk kasus kasus pidana akan ada pembatasan sesuai dengan dampak dan impact yang ditimbulkan;

“Meminimalisir kasus ke pengadilan akan memberikan dampak yang sangat luas bagi negara dan masyarakat. Bagi negara akan menekan jumlah pengeluaran (biaya perkara) sampai pada biaya pembinaan, bagi masyarakat akan lebih cepat, tidak berbiaya dan tidak menimbulkan resistensi di masyarakat; tercipta masyarakat yang harmonis, damai dan penuh dengan toleransi,” kata pria kelahiran Buleleng ini mengingatkan

Menjaga Bali dengan kebudayaan, adat istiadat dan segala keistimewaan bukan hal yang mudah maka perlu dirawat minimal dua hal, yakni menjaga tanahnya dan menjaga manusianya.

Dengan demikian kebudayaan dan adat istiadat tidak bergeser ke tempat lain.

Bagi dengan Desa kalapatra dan Tri Hita Karana-nya sangat bagus sekali dalam menyongsong perkembangan hukum di masa depan, karena desa kalapatra mengajarkan kita untuk beradaptasi, flexsibelitas serta mampu berkolaborasi dengan siapapun.

Sedangkan konsep Tri Hita Karana, lanjutnya akan menjaga hubungan harmonisasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, serta mahluk hidup bumi ini.

“Inilah konsep dasar yang meng-ajeg -an Bali sampai saat ini, sehingga manusianya dibangun dengan akal budi pekerti yang baik serta tanahnya dijaga agar tidak terjual habis,” tandasnya.

Penguatan Ajeg Bali juga tidak terlepas dari komitmen bersama baik dari masyarakat, pemerintah dan lembaga lain harus terlibat untuk mencari solusi atas segala tantangan yang di hadapi Bali di masa yang akan datang.

“Jaksa dalam hal ini diinisiasi Kajati Bali mengambil peran sesuai dengan Tupoksinya yaitu membangun Bale Kertha Adhyaksa dalam rangka mencari tempat solusi segala permasalahan ada di wilayah hukum yang ada di Bali,” tutup Dr Ketut Sumedana. (*)