DENPASAR, The East Indonesia – Kasus pemukulan terhadap seorang pecalang di Kuta Badung Bali mendapat banyak atensi publik. Sebelumnya, kasus tersebut disoroti oleh anggota DPD terpilih periode 2024-2029 Ni Luh Jelantik yang dengan tegas mengatakan, kasus pemukulan terhadap seorang pecalang itu sangat kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Ia juga meminta agar Bali jangan menerima turis sampah, kelas sandal jepit karena hanya membuat Bali rusak. Kini kasus tersebut disorot Majelis Desa Adat (MDA) Bali.
Petajuh Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Made Wena menyatakan jika kasus tersebut diakhiri dengan perdamaian tanpa efek jera, tanpa efek positif kepada publik dan tanpa efek positif kepada adat Bali. “Perdamaian itu tidak sekedar meterai, salaman dan sejumlah hal lainnya. Tetapi harus menimbulkan dampak positif kepada publik. Dampak positif kepada desa adat di Bali. Ini berlaku untuk seluruh Bali, jangan sampai kalau hanya dengan damai akan terjadi kepada pihak lain lagi,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (15/5/2024). Ia mengatakan, kalau mau damai maka sejumlah syarat harus dipenuhi, bukan hanya sekedar ganti rugi, biaya rumah sakit dan sebagainya.
Ia menegaskan, ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa diantaranya adalah sejauh mana pelaku bertanggung jawab atas kesalahannya, bukan hanya kepada korban yang sakit dan sampai masuk rumah sakit tetapi kepada seluruh warga masyarakat yang ada di Bali. Lebih spesifik kepada desa adat, tempat dimana kasus itu terjadi, masyarakat yang merasa terganggu dengan ulah pelaku.
MDA Bali tidak ingin jika hal yang sama terjadi lagi di Bali, terulang kepada korban lainnya. Ini juga harus menjadi perhatian bersama bagi seluruh aparat di Bali agar kasus ini tidak terulang lagi dan tidak ada korban baru lagi. Pertimbangankanlah dengan matang. Selain itu, perdamaian itu harus berdampak positif bagi semua orang, berdampak positif secara adat Bali. “Kalau tidak bisa memenuhi syarat ini untuk apa kita harus berdamai. Jangan sampai diproses hukum secara diam diam, penjara satu atau dua bulan hilang kasusnya. Tidak bisa seperti itu,” tegasnya.
Made Wena juga menjelaskan, bahwa seorang pecalang itu bukan hanya menjadi pengaman upacara adat. Dia juga sudah menjadi mitra kepolisian di tengah masyarakat. Di Bali dikenal dengan Bakamda. Bila tidak sedang ada upacara maka seorang pecalang akan bertindak sebagai Bakamda. Korban adalah bagian dari pengamanan urusan penertiban, bagian dari desa adat, yang dalam konteks Desa Adat Seminyak bisa disebut dengan Panrepi. Korban adalah Bakamda Desa Adat Seminyak. Bakamda ini sudah dikukuhkan oleh Kapolri sebagai mitra kepolisian di tengah masyarakat.
“Terkait dengan keributan pelaku yang adalah bule Amerika, korban bertindak di samping sebagai warga adat, juga sebagai mitra kepolisian, untuk melakukan tugas-tugas preventif kepolisian di masyarakat adat. Dia memiliki kewenangan terbatas dari tugas kepolisian. Jadi, dalam konteks ini, ketika bule pukul pecalang maka dia sama dengan pukul kepolisian di Bali,” ujarnya.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Badung, Gde Gatot Hariawan ketika dikonfirmasi apakah sdh menerima SPDP kasus penganiayaan ini, mengatakan, Kejari Badung sudah mendapat SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan).
“Sudah sejak beberapa waktu lalu dikirim SPDP dari Polsek Kuta. Tapi sampai hari ini, belum terima berkas perkaranya” ungkapnya. Dikatakan, setelah SPDP diterima, Kajari Badung sudah menunjuk jaksa peneliti. “Sudah ditunjuk jaksa peneliti untuk kasus penganiayaan dengan terduga pelaku WN Amerika tersebut. Saat ini kami masih menunggu berkas perkara dari penyidik Polsek Kuta,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang pecalang di Desa Adat Seminyak bernama I Made Suarsadana menjadi korban pemukulan dari seorang wisatawan asing asal Amerika. Kasus ini dilaporkan ke Polsek Kuta dengan nomor laporan LP/B/ 55 /IV/ 2024.SPKT/POLSEK KUTA/ POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI, Tanggal 22 April 2024. Pelaku pemukulan ada dua orang yakni Aabed Attia asal New York Amerika dan Seyad Ahmed Attia juga asal New York Amerika. Pria muslim Amerika ini tinggal di sebuah vila di Jl Raya Seminyak. Awalnya, pada Senin 22 April 2024, sekira jam 03.00 Wita, korban dihubungi oleh security bahwa ada tamu di villa sebelah komplain karena ada suara musik yang keras. Kemudian saksi mengarah ke villa H2O di Jln Raya Seminyak Gg Kubu Pesisi Seminyak Kuta Badung. Sesampainya di Villa korban mendengar suara musik yang cukup keras. Didampingi oleh security, korban menegur pemghuni villa tersebut.
Setelah selesai menegur penghuni villa kemudian korban hendak kembali, mengarah ke parkiran. Sebelum sampai di parkiran, korban didorong oleh pelaku, kemudian dipukul dengan tangan dan tongkat besi. Korban dipukul di bagian kepala, pipi kiri dan paha kanan. Korban mengalami rasa sakit dan robek di kepala, pipi kiri, sakit dan bengkak, paha kanan sakit dan bengkak. Selanjutnya korban melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kuta. Proses penyidikan sudah berlangsung, namun informasi yang berkembang, pelaku ingin berdamai.*Arnold