LABUAN BAJO, The East Indonesia – Lebih dari 40 pickup setiap hari keluar masuk Pelabuhan Marina Labuan Bajo, Flores Nusa Tenggara Timur. Puluhan pickup tersebut membawa puluhan jerigen berisi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Di tepi pelabuhan, sudah menunggu kapal-kapal wisata dan speed boat yang hendak melakukan perjalanan ataupun sudah melakukan perjalanan ke pulau-pulau sekitar Labuan Bajo. Setelah sampai di Pelabuhan Marina Labuan Bajo, para sopir dan kernet segera turun mengambil selang panjang yang dibawa serta dalam mobil.
Salah satu ujung selang elastis tersebut kemudian diarahkan ke mulut jerigen, sementara satunya menuju tangki kapal. Ketika sudah siap, BBM yang diangkut tersebut mulai disalurkan hingga tangki full.
Hingga pada saat pergantian dari satu kapal ke kapal lain, tumpahan BBM tersebut tercecer di pelabuhan maupun di permukaan air. Sehingga tidak heran, permukaan air terlihat mengkilat karena tercampur minyak.
Di sekitar area pengisian BBM tersebut, tak ada petugas yang mengawasi distribusi BBM tersebut. Yang terlihat hanya petugas keamanan di pintu masuk pelabuhan dan penjaga portal.
Beberapa kendaraan yang masuk pun tidak dibuka oleh petugas jaga, sehingga terpal penutup jerigen masih tertutup rapat hingga akhirnya dibuka saat memulai pengisian BBM.
Saat dikonfirmasi Sabtu, 7 Juni 2025 terkait adanya pencemaran itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Manggarai Barat Vinsensius Gande mengaku kekurangan fasilitas untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap aktivitas di laut yang berpotensi mencemari perairan.
Terhadap aduan masyarakat terkait dugaan pencemaran laut akibat tumpahan BBM di laut Labuan Bajo pihaknya mengaku telah mengambil tindakan koordinasi dengan KSOP.
Penindakan terhadap pelanggan tersebut menjadi ranah KSOP.
“Oli tumpah, minyak apa segala macam memang kami selalu bentuk tim gabungan. Namun, kita juga punya keterbatasan terkait pengawasan di laut. Dari sisi fasilitas kapal pemantau kami belum punya sehingga untuk sementara kita optimalkan di daratan pantai,” kata Vinsen Gande
Kepala KSOP Kelas III Labuan Bajo Stephanus Risdiyanto dikonfirmasi melalui sambungan telepon tidak menjawab permintaan untuk diwawancarai. Beberapa kali dihubungi melalui sambungan telepon pun tidak diangkat meskipun berdering tanda aktif.
AD (27), seorang warga yang tinggal di Labuan Bajo mengatakan aktivitas pengisian BBM ke jerigen dan tangki sudah biasa di pelabuhan. Meskipun dia mengetahui angkutan kapal skala kecil baik untuk penumpang maupun barang dapat membeli bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan kompensasi dengan menggunakan surat rekomendasi, tetapi keberadaan pick up yang tidak dibuka saat memasuki dermaga turut dicurigai apakah BBM tersebut merupakan BBM non subsidi atau sesuai peruntukannya.
Penggunaan Jerigen Dalam Distribusi BBM Kapal Wisata di Labuan Bajo
Terkait penggunaan jerigen dalam penyaluran BBM di Pelabuhan, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo sendiri telah melarang setiap kegiatan bunker atau pengisian bahan bakar bagi kapal-kapal wisata dilakukan dengan menggunakan jerigen.
Selain itu, setiap kegiatan bunker juga harus mendapatkan izin dari otoritas Syahbandar dan tidak boleh dilakukan di tengah laut atau di sembarang tempat, tetapi harus dilakukan di Pelabuhan Umum.
Aturan tersebut mestinya sudah berlaku mulai tanggal 1 April 2022.
Aturan tersebut ditujukan kepada para pengusaha kapal, pemilik kapal, keagenan kapal serta BUMN yang bergerak di bidang perkapalan. Adapun sanksi yang akan diberikan jika melanggar ketentuan tersebut yakni tidak diberikannya Surat Persetujuan Berlayar (SPB) oleh Otoritas Syahbandar Kelas III Labuan Bajo.
Apalagi sudah ada instruksi Bupati Manggarai Barat EK.500/34/instruksi/1/2022 tentang Tata Kelola Distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Kawasan Wisata Super Premium Labuan Bajo. Dimana pada poin Ke-6 dalam surat instruksi tersebut meminta kepada Syahbandar pelabuhan untuk melakukan pengawasan bunker agar sesuai peruntukan BBM Subsidi/Non Subsidi atau industri dalam menerbitkan surat persetujuan berlayar.
Selain itu, pada poin kedua dalam instruksi tersebut memuat ketentuan perusahan-perusahan yang berbadan hukum dalam kategori Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus menggunakan bahan bakar industri yang berfaktur E-PPN sesuai NPWP Perusahaan.
Faktur PPN 11 persen dengan izin bunker sendiri diterbitkan oleh KSOP.
Seorang warga lain berinisial DT (30) yang juga merupakan warga setempat mengaku tidak ada pengawasan ketat terhadap pengisian BBM di pelabuhan. Sehingga potensi penyalahgunaan BBM dan pencemaran laut sangat mungkin terjadi.
Terkait penyalahgunaan BBM sendiri, Polres Mabar sendiri telah beberapa kali mengungkap adanya penyaluran BBM subsidi di Labuan Bajo. Pada 27 April 2025, Polres Mabar menggagalkan rencana penyelundup BBM subsidi di kawasan Pantai Pede, Labuan Bajo.
Saat itu, setidaknya ada 2.205 liter bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar rencananya akan dijual ke kapal wisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Solar subsidi itu diduga dibeli dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi.
Solar itu dijual ke kapal-kapal wisata dengan harga Rp13 ribu hingga Rp14 ribu per liter, padahal harga beli hanya Rp10 ribu per liter. Tak hanya itu, sebuah kapal pinisi KM Maheswari GT 109, pada Kamis (16/5/2024) pun terjadi operasi gabungan Ditpolair Polda NTT dan Satpolairud Polres Mabar.
Dalam kapal tersebut ditemukan BBM bersubsidi jenis solar sebanyak 360 liter yang diisi di dalam 20 jerigen berukuran kurang lebih 18 liter. Penggunaan BBM subsidi untuk kapal-kapal di Labuan Bajo pun disorot oleh agent travel.
DD (25), seorang pelaku pariwisata yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Menurutnya, sejatinya kapal-kapal wisata yang berlabuh di Labuan Bajo menggunakan BBM non subsidi.
Selain untuk menghindar kelangkaan dan penyalahgunaan BBM, pemakaian BBM yang tidak tepat sasaran juga akan memengaruhi pariwisata Mabar baik dari segi ekonomi, lingkungan maupun ketaatan hukum. Untuk travel agent tempatnya bekerja, DD mengaku menggunakan BBM non subsidi yang dibeli langsung dari agen Pertamina.
Menurutnya, untuk mendapatkan BBM, mereka biasanya memesan di agen-agen yang telah mengantongi izin dari instansi terkait termasuk dari KSOP. Setiap hari, para agen tersebut yang melaporkan kepada pihak KSOP terkait dengan distribusi BBM, izin bunker.
Pihak KSOP kemudian akan memeriksa identitas dan tujuan distribusi BBM tersebut.
Dalam sehari, mereka biasanya membutuhkan 260 liter sampai 420 liter bensin tergantung tempat dan lama perjalanan.
Konsumsi BBM itu tergantung rute. Jika perjalanan tersebut tujuan ke Sentral Komodo yang melintas Batu Bolong-Manta Point-Tatawa Besar-Mawan-Siaba Besar-Police Corner-Pengah), maka konsumsi BBM sekitar 260 liter. Jika melewati rute Utara maka konsumsi BBM meningkat 390 liter sekali trip. Rute Utara melintasi Sebayur-Cristal Rock-Castel Bay-Coldren-Spanis Garden-Golden Passege).
Sementara rute Selatan meliputi Secret Garden-Three Sister-Nusa Kode, Canibal Rock) biasanya membutuhkan bensin 420 liter sekali trip dalam sehari.
Modus Penyalahgunaan BBM Subsidi
AM (30), seorang warga yang tinggal di sekitar salah satu SPBU di Labuan Bajo mengatakan dirinya kerap melihat oknum-oknum yang selalu mengantre di salah satu SPBU di Labuan Bajo dengan modus memodifikasi kendaraan.
Meskipun para oknum tersebut melakukan hal tersebut berulang kali, pihak SPBU tetap tidak mengambil tindakan. “Kami yang sering melihat di SPBU ada motor yang selalu ikut antre. Kalau sudah penuh nanti datang lagi ikut antre. Tidak tahu mau kemanak itu barang”, katanya.
Menurut warga yang diwawancarai, BBM khususnya jenis pertalite yang didapatkan oknum tersebut lalu diperjualbelikan di sekitar tempat usaha, kepada pemilik usaha kapal wisata hingga ke pekerja proyek.(*)